Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Investasi Batu Akik atau Rumah?

Kompas.com - 21/04/2015, 10:00 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Popularitas batu akik atau istilah kerennya great stone, memuncak saat Hutomo Mandala Putera alias Tommy Soeharto, menggelar acara Gala Dinner dengan penggemar batu akik di Balai Panjang Museum Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Sabtu (18/4/2015). 

Pembina Asosiasi Great Stone Nusantara (GSN) itu menilai batu akik memiliki pangsa pasar yang sangat potensial. Menurut dia, andai 40 persen penduduk Indonesia yang berminat berkecimpung pada dunia batu akik, maka akan ada uang sebesar Rp 20 triliun yang berputar setiap tahunnya. 

Tommy menjelaskan, perhitungan tersebut didapat hanya dari hasil penjualan batu akik dengan harga yang paling murah, yakni Rp 250.000 dan belum memperhitungkan batu-batu akik dengan harga yang mencapai ratusan juta. 

"Jumlah penduduk Indonesia ada 250 juta. Andai ada 40 persen saja, artinya ada 100 juta orang, tiap satu orang setiap tahunnya cukup membeli satu batu, baik cincin atau bros, tidak perlu muluk-muluk cukup yang Rp 200.000, maka akan ada uang Rp 20 triliun yang berputar setiap tahunnya di industri ini," kata Tommy.

Namun, jika harus dihadapkan pada dua opsi, antara investasi pada batu akik atau properti (rumah), pamor batu akik justru melorot. Sepuluh dari 20 orang dengan beragam latar belakang berbeda yang disurvei Kompas.com melalui media sosial, pesan pendek, dan sambungan telepon, lebih memilih membeli rumah dulu, baru kemudian batu akik. Lima orang lainnya memilih batu akik dengan alasan sedang menjadi tren, selebihnya memilih dua-duanya.

Seorang karyawan yang bekerja di Jakarta namun berdomisili di Cikarang, Ihsan Abidin serius memilih rumah ketimbang batu akik. Meski untuk itu dia harus menabung, dan membayar cicilan per bulan untuk mendapatkan rumah yang diidamkan.

Demikian halnya Muh MW, pengusaha asal Balikpapan yang berbasis di Bali ini mengatakan batu akik hanya musiman, sementara rumah adalah investasi jangka panjang.

"Kalau musimnya sudah habis, batu akik tidak bisa di-apa-apain lagi," tutur Muh MW dalam komentarnya yang disampaikan kepada Kompas.com, Senin (20/4/2015).

Lain lagi Agung Nugroho, arsitek jebolan Universitas Muhammadiyah Surakarta ini punya pendapat berbeda cenderung lucu sebagai sindiran terhadap penggila dan penggemar berat batu akik. 

Menurut Agung, dia akan memilih rumah yang terbuat dari, dan berhiaskan batu akik. Pendapat senada dikemukakan Manajer Hypermart, Shaggy Sigit Sarwanto, dan seorang ibu rumah tangga muda, Erza Marzasari. Sedikit mirip adalah ungkapan hati Ary Soulone. Dia memilih beli rumah yang berhadiah batu akik.

Mari kita telaah pendapat para praktisi dan pengamat properti. 

Associate Director Head of Research Savills PCI, Anton Sitorus, jelas memilih tanah sebagai instrumen investasi. Pasalnya, kata Anton, harga tanah cenderung naik di segala masa, karena kebutuhan selalu bertambah sementara pasokan terbatas.

"Harga tanah akan terus naik, bukan karena musiman atau eforia seperti batu akik," jelas Anton. 

Sekadar informasi, harga tanah di central business distric (CBD) Jakarta segmen Sudirman sudah menembus angka Rp 150 juta-Rp 200 juta per meter persegi. Sementara di kawasan Serpong sudah bertengger di angka Rp 16 juta hingga Rp 25 juta per meter persegi.

Di Kabupaten Karawang yang sekarang menjadi incaran para pengembang, harga tanah aktual sudah berada pada kisaran Rp 3 juta hingga Rp 10 juta per meter persegi. Padahal setahun lalu masih "nangkring" di angka Rp 1 juta hingga Rp 7 juta per meter persegi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com