Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Hukum Agraria: Pajak Bumi dan Bangunan Tak Perlu Dihapus!

Kompas.com - 06/03/2015, 17:00 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana penghapusan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang dicetuskan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Ferry Mursyidan Baldan, dinilai tidak tepat.

Pakar hukum agraria, Arie S Hutagalung, menilai, pemerintah dalam hal ini Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN) seharusnya mempertimbangkan bahwa PBB dan BPHTB adalah milik kewenangan pemerintah daerah.

Oleh karena itu, Arie tidak setuju dengan penghapusan PBB dan BPHTB karena dapat membebani daerah yang masih berkembang.

"Pendapatan daerah itu kan salah satunya lewat PBB dan BPHTB. Bagaimana daerah mau berkembang kalau pendapatan mereka terus dipotong?" ujar Arie saat dihubungi Kompas.com di Jakarta, Kamis (05/03/2015).

Pemerintah, lanjut Arie, seharusnya hanya melakukan pendegradasian PBB dan BPHTB. Dengan begitu, PBB dan BPHTB akan bisa ditargetkan sesuai sasaran.

"Saya mengerti apa yang ditujukan pak Ferry dalam penghapusan PBB ini. Kalau mau menguntungkan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), saya sarankan agar PBB tidak dihapus, tapi hanya didegradasikan," tutur Arie.

Degradasi PBB dan BPHTB, kata Arie, diputuskan setelah peninjauan terhadap subyek yang membayar, dan obyek tanah atau bangunan kena pajak. Peninjauan terhadap kedua aspek itu menurut Arie akan lebih proporsional karena akan diketahui apakah obyek kena pajaknya merupakan obyek pertama, kedua, atau ketiga.

Arie menyarankan agar pemerintah mau belajar dari negara lain mengenai kasus serupa. Menurutnya, banyak negara lain yang mampu dicontoh dalam menentukan kebijakan PBB dan BPHTB.

"Coba pemerintah belajar dari (negara) luar soal kasus serupa. Banyak contoh yang bisa diambil, seperti degradasi pajak pertanahan di Tiongkok pada zaman Sun Yat Sen," tandas Arie.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau