Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masjid Jenderal Sudirman, Racikan Harmonis Langgam Islam, Betawi, dan Modern

Kompas.com - 05/02/2015, 14:54 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tidak seperti kebanyakan masjid di Indonesia pada umumnya yang berbentuk hampir seragam dengan mahkota bangunan berupa kubah, Masjid Jenderal Sudirman justru "menentang" arus utama.

Masjid yang awalnya dirancang konsultan arsitektur Singapura, AEDAS, ini menawarkan diferensiasi sekaligus memperkaya khazanah arsitektur masjid, tanpa menghilangkan filosofinya sebagai tempat ibadah.

Managing Director Anggara Architeam, Toto Sugito, menjelaskan, rancangan awal AEDAS tersebut kemudian disempurnakan setelah mendapat berbagai masukan dari beberapa pihak, termasuk konsultan independen tempat ibadah muslim. Hingga kemudian, tampaklah Masjid Jenderal Sudirman seperti sekarang ini.

"Masjid ini memadukan sekaligus tiga unsur langgam modern, tradisional betawi, dan islami. Ketiganya menyatu, membentuk harmoni dan membaur dengan bangunan pencakar langit modern di sekelilingnya," tutur Toto kepada Kompas.com, Kamis (5/2/2015).

Representasi unsur modern terdapat pada pemasangan perforated metal panel (panel logam berlubang) atau biasa disebut "terawangan". Bukan sembarang perforated metal panel, melainkan dibuat berdasarkan nilai-nilai islami.

Jika diperhatikan secara seksama "terawangan" tersebut mengandung makna lima Rukun Islam, dan enam Rukun Iman yang merupakan fondasi nilai-nilai islami. Selain itu, unsur islami juga terdapat pada bagian dalam masjid, terutama pada dinding mihrab, dan "kongleong" (bukaan mihrab).

Sementara konten tradisional Betawi, terwakili oleh ornamen lisplang, lis kanopi, pintu utama masjid, dan kaca pintu utama. Tak sebatas itu, motif dekorasi yang kental unsur Betawi pun terdapat pada railing di area void  lantai dua hingga empat.

Interior Masjid Jenderal Sudirman semakin cantik, dengan pemasangan chandelier alias lampu gantung utama yang juga kental nuansa Betawi. Lampu gantung ini dipesan secara khusus oleh pengembang dan pengelola masjid.

Menariknya, seperti disebut pada awal tulisan, Masjid Jenderal Sudirman ini tidak berkubah. Sang arsitek beralasan, kubah ditiadakan karena ingin menonjolkan kecantikan seluruh massa bangunan yang diselimuti perforated metal panel  berhiaskan nilai-nilai islami.

Pengembangan hijau

Ada pun seluruh material bangunan yang digunakan mengacu pada konsep pembangunan hijau atau green development. Mulai dari penggunaan cat yang sudah bersertifikat eco label, hingga penggunaan lampu hemat energi LED.

Desain cross ventilation yang menjadi "nafas" pengembangan hijau ini juga menjadi perhatian utama arsitek. "Terawangan" adalah akomodasi dari konsep pengembangan hijau itu sendiri. Pasalnya, di balik perforated metal panel, terdapat jendela-jendela yang memungkinkan sumber cahaya (matahari) dan angin masuk lebih leluasa.

Masjid Jenderal Sudirman dikembangkan oleh PT Jakarta Land. Pengembang ini juga yang membangun superblok World Trade Center (WTC) yang terdiri atas WTC 1, WTC 2, WTC 3, WTC 5 (Wisma Metropolitan I), dan WTC 6 (Wisma Metropolitan II).

Luas bangunan Masjid Jenderal Sudirman sekitar 3.000 meter persegi dan dapat menampung sekitar 4.000 jemaah. Terdiri atas 4 lantai yang berfungsi sebagai ruang ibadah dan 1 lantai bawah tanah yang berfungsi sebagai kantor pengelola, perpustakaan, dan aktivitas kemusliman lainnya.

Toilet pria dan wanita yang dipisahkan terdapat pada bangunan utama. Sementara tempat wudhu berada di luar bangunan utama yang juga terpisah antara tempat wudhu pria dan wanita, serta wanita berhijab.

Halaman Berikutnya
Halaman:



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau