Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Catat, Delapan Perizinan yang Wajib Dipenuhi Pengembang!

Kompas.com - 02/02/2015, 08:02 WIB
Arimbi Ramadhiani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Dalam Negeri mendapat laporan, para pengembang yang hendak membangun rumah maupun kawasan residensial, setidaknya dikenakan 40 perizinan.

Menurut Kepala Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum Kemendagri, Agung Mulyana, hal tersebut secara otomatis menyulitkan pemerintah dalam mengejar target pembangunan satu juta rumah tahun ini. Oleh sebab itu, pihaknya tengah mengusahakan untuk mengurangi jumlah perizinan yang harus ditempuh.

"Kita akan meminta Pemda (pemerintah daerah) untuk memangkas (izin) hal-hal yang tidak perlu. Jadi, ada payung hukum, yang katakanlah bisa digunakan bersama," ujar Agung saat diskusi panel bersama Realestat Indonesia (REI), Kamis (29/1/2014).

Dalam memangkas perizinan, Kemendagri secara khusus akan melakukan penandatanganan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding) dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, serta para pengembang yang tergabung dalam REI. Agung mengatakan, dari 40 perizinan, setidaknya ada delapan izin yang tidak bisa dihilangkan.

"Sekarang setidaknya ada delapan (perizinan). Ini bisa kita press lagi tapi perlu pembicaraan lagi dengan bapak-bapak untuk mengetahui sebenarnya ada berapa perizinan yang nyangkut dengan target yang kita kehendaki," jelas Agung.

Ia mengaku, untuk mengurangi 40 perizinan menjadi delapan, membutuhkan usaha ekstra. Dengan demikian, Agung meminta para pengembang untuk bersabar jika masih ingin mengurangi delapan perizinan tersebut. Pasalnya, kebanyakan izin ini dikeluarkan oleh pemerintah daerah.

"Mereka (pemda) mungkin merasa kewenangan dipreteli. Supaya tidak merasa kewenangan dipreteli, kita bicarakan dulu. Supaya daerah tidak merasa kewenangannya dicabut pemerintah pusat," tutur Agung.

Ada pun delapan izin itu sebagai berikut:

1. Izin lingkungan setempat

Izin ini terkait juga dengan UU Gangguan yang dikeluarkan oleh pemda setempat. Menurut Agung, izin ini terpaksa masih diberlakukan. Meski begitu, ia optimistis masih ada mekanisme lain untuk meringankannya.

2. Keterangan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR)

Keterangan ini dikeluarkan oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda).

3. Izin pemanfaatan lahan atau izin pengeringan lahan

Izin ini terutama diberlakukan jika ada pengembang yang memakai lahan sawah untuk dikonversi menjadi perumahan. Izin ini dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional.

"Ada keppres (keputusan presiden) dulu waktu (zaman kepemimpinan) Pak Soeharto, bahwa dilarang mengonversi lahan beririgasi teknis. Untuk itu dikeluarkan izin ini," jelas Agung.

4. Izin prinsip

Izin ini dikeluarkan oleh pemerintah daerah setempat.

5. Izin lokasi

Izin ini diterbitkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional.

6. Izin dari Badan Lingkungan Hidup atau Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)

Izin dari BLH merupakan pengganti Amdal. Jika lokasi yang digunakan cakupannya kecil, cukup mengurus izin Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup dan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UPL-UKL).

"Kalau besar, misalnya satu area kawasan lebih dari 200 hektar harus (mengurus) Amdal," imbuh Agung.

7. Izin dampak lalu lintas

Izin ini dikeluarkan oleh Menteri Perhubungan. Jika perumahan mau dihubungkan dengan jalan arteri, pengembang harus memiliki izin ini.

"Ini sudah dilimpahkan pada Dishub (Dinas Perhubungan). Kalau mau dihilangkan, harus dibicarakan juga dengan "juragan"-nya di dinas perhubungan," kata Agung.

8. Pengesahan site plan

Hasil perencanaan lahan (site plan) berfungsi untuk mengetahui pengaturan ruang yang akan digunakan saat perumahan dibangun. Izin ini diterbitkan oleh dinas pemerintah daerah setempat di bawah Kementerian PU-Pera.

Agung menambahkan, ke delapan izin ini masih memungkinkan untuk dipangkas.

"Nanti kalau mau dikurangi lagi paling-paling bisa izin lokasi, lingkungan, dan UU gangguan itu jadi satu. Mungkin ini yang bisa dilakukan. Tapi, kita butuh waktu lagi untuk mengurus ini," pungkas Agung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com