Mora menyadari pentingnya menggunakan sumber daya lokal untuk mengurangi biaya pembangunan dan juga sulitnya membawa material bangunan ke lokasi itu karena jalan-jalan selalu tergenang saat musim hujan. Alvorado pun merancang rumah yang mampu dibangun dengan memanfaatkan bambu.
Bambu-bambu ini dipanen langsung di lokasi tersebut. Dari Santiago de Guayaquil, atau tujuh jam dari desa Convento, Mora merancang rencana struktur sederhana yang bisa dengan mudah dijelaskan pada pekerja lokal, paling tidak dalam kurun waktu dua minggu.
"Sebenarnya, sulit untuk membangun rumah tanpa berada di sana dari hari ke hari untuk melihat prosesnya," kata Mora.
Kunci dari proyek tersebut adalah mengajarkan teknik untuk membangun konstruksi bambu kepada masyarakat lokal. Karena meskipun tumbuh dalam jumlah besar, bambu-bambu ini tidak biasa digunakan sebagai material rumah di sana.
Ladang di mana properti ini dibangun, menyimpan delapan pohon salam dan ribuan batang bambu yang kemudian digunakan untuk fasad dan rangka rumah. Material ini dipanen oleh pekerja lokal dan keluarga calon penghuni.
Bentuk bangunan terinspirasi dari rumah tradisional yang ada di kawasan itu. Dengan lantai dinaikkan ke atas tanah, arsitek bermaksud membangun sirkulasi udara dari bawah dan juga mengurangi risiko banjir. Fondasi rumah ditopang oleh kayu, sementara kolomnya dibuat dari beberapa batang bambu.
Lembaran atap baja ditutup oleh gulungan bambu dan dilapisi dengan anyaman bambu. Sebuah teras terbuka pada pintu masuk rumah, membagi antara area dapur dan ruang makan di satu sisi dari tiga kamar tidur dan teras tambahan di sisi lain.
Rumah ini juga memiliki taman kecil yang terletak di sebelah tangga menuju ke dalam rumah. Area dapurnya berada di luar, untuk memastikan asap tidak memenuhi interior. Kepadatan panel kayu dan bambu yang berbeda, dibuat berdasarkan jumlah cahaya dan privasi yang dibutuhkan dari setiap ruang. Jendela di setiap tepi teras, ruang tamu dan dinding luar kamar tidur, dapat dibuka untuk memberikan pemandangan hutan.
Ada pun penggunaan kayu dan bambu membantu proyek tetap pada anggaran semula yang hanya 15.000 dollar AS (Rp 189 juta). Tidak hanya itu, karena tidak menggunakan perekat seperti semen, masing-masing material bisa dengan mudah dibongkar atau dibangun kembali di tempat lain.
"Bangunan dengan sumber daya lokal di daerah penghasil bambu adalah kesempatan besar bagi masyarakat karena membangkitkan minat tenaga kerja lokal untuk memanfaatkan bambu tersebut. Selain berisiko kecil merusak lingkungan, pemanfaatan bambu juga meningkatkan kualitas hidup penduduk kawasan tersebut," kata Mora.