"Reklamasi bermanfaat karena tanah mulai langka. Karena lahan langka, pengembangan jadi susah. Untuk reklamasi hanya perlu Rp 7 juta-Rp 8 juta per meter persegi untuk membuat tanah. Ini jauh lebih murah daripada beli tanah," ujar Ali, Kamis (4/12/2014), di acara Outlook Property 2015 "Geliat Investasi di tengah Kelangkaan Tanah" yang digelar Majalah Property & Bank di Jakarta.
"Pemerintah harus masuk minta jatah. Mereka perlu juga menyiapkan zona khusus rusunami untuk kelas pekerja, karyawan menengah," kata Ali.
Dia menggambarkan, pengembang bisa saja menyediakan tiga sampai lima persen lahan reklamasi untuk rusunami. Nantinya harga rusunami kelas menengah ini berkisar Rp 400 juta per unitnya. Jadi,meski berada di tanah hasil reklamasi, pemerintah provinsi tetap harus mengatur tata ruangnya. Jangan sampai, karena digunakan oleh pengembang, tanah menjadi tidak tertata seperti kondisi Jakarta saat ini.
"Jakarta sekarang sudah salah urus. Di Jakarta Selatan contohnya, harusnya 20 persen dialokasikan untuk RTH (Ruang Terbuka Hijau)," jelas Ali.
Jakarta Selatan sendiri, adalah wilayah yang diperuntukkan sebagai daerah resapan air. Dengan demikian, jika kawasan RTH tidak memadai karena dibangun banyak gedung, maka debit air yang terserap pun menyusut sehingga mengakibatkan banjir di Jakarta Pusat dan sekitarnya.
Ali menambahkan, proyek reklamasi adalah solusi paling dekat yang bisa dilakukan untuk mengatasai kelangkaan lahan. Mengingat, rencana induknya sudah lama dipersiapkan. Adapun strategi lain yang bisa dilakukan untuk menyiasati kurangnya lahan adalah dengan memindahkan pusat pemerintahan Jakarta.
"Kalau mau, dipindahkan. Jakarta khusus bisnis, Jonggol jadi pemerintahan, misalnya. Kan sama seperti di Amerika Serikat, New York untuk bisnis, Washington D.C pemerintahan," papar Ali.