Salah satu pengembang raksasa Tiongkok, China Vanke Co, telah melakukannya dengan menargetkan pembeli end user ketimbang investor. "Masa di mana investasi properti yang mendatangkan keuntungan sudah berlalu. Kini saatnya bagi kami berubah haluan," ujar Presiden Direktur China Vanke Co., Yu Liang, Senin (26/5/2014).
Sektor perumahan menjadi hambatan dan mengancam upaya Perdana Menteri Li Keqiang untuk mengerem perlambatan ekonomi terbesar kedua di dunia yang diproyeksikan tumbuh melemah sejak 1990. Bahkan, pekan lalu, Moody's Investor Service merevisi tinjauan kredit untuk pengembang Tiongkok menjadi negatif dari sebelumnya berada pada peringkat stabil.
Hal tersebut dipicu merosotnya penjualan rumah sebesar 10 persen dalam empat bulan pertama tahun ini di tengah kebijakan pengetatan kredit. Berbalik dengan keadaan pada tahun lalu yang justru tumbuh 27 persen. Penurunan tingkat penjualan tersebut, memaksa Vanke memangkas harga jual.
Moody's juga memprediksi pertumbuhan penjualan rumah selama satu tahun ke depan akan melambat. Pertumbuhan hanya akan mencapai 5 persen. Tak hanya tingkat serapan yang mengalami kemunduran, konstruksi rumah baru pun anjlok 22 persen, termasuk properti komersial yang mencatat penurunan 7,8 persen tahun ini.
Beberapa ekonom Tiongkok yang disurvei Bloomberg pada 15 Mei hingga 20 Mei lalu juga berpendapat, gelembung (bubble) properti terjadi di beberapa kota dengan kondisi pasokan berlebih, namun penyerapan turun.
Meski demikian Yu tetap optimistis, pasar properti Tiongkok masih cukup besar dan Vanke akan terus membangun perumahan sebagai bisnis inti mereka dalam 10 tahun ke depan. Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.