Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pejabat Korup Diawasi, Pengembang Ubah Strategi

Kompas.com - 27/05/2014, 17:46 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

KOMPAS.com - Tindakan keras yang dilakukan pemerintah Tiongkok terhadap para elite dan pejabat yang dicurigai korupsi, memaksa pengembang memutar strategi dalam memasarkan produk propertinya.

Selama ini, properti mewah yang mereka bangun sebagian besar dibeli oleh para elite dan pejabat pemerintah yang duduk di pos-pos penting dan "basah". Namun, aksi di bawah tangan tersebut, kini tidak akan terjadi lagi, seiring pengawasan ketat dan gencarnya kampanye anti-korupsi di negeri Tiongkok.

Franshion Properties, salah satu pengembang dengan klien kalangan atas, pun terpaksa menggeser segmentasi pasar yang dibidik. Mereka yang kini sedang membangun club house delapan lantai dengan pemandangan luar biasa, sungai Huangpu Shanghai, mengubah konsepnya menjadi gerai kopi kelas menengah.

Padahal, club house ini dirancang sebagai tempat kalangan elite Tiongkok bergaul dan bersosialisasi, termasuk tempat berkumpul para pimpinan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Tak main-main, fasad dan interior klub ini didesain spektakuler berbentuk melengkung di tengah-tengah kompleks perkantoran dan ruang komersial milik Franshion Properties senilai Rp 56,2 triliun!

"Tahun lalu kami merencanakan membuka clubhouse  di gedung bertingkat, tetapi ternyata sekarang hal ini menjadi terlalu sensitif. Sekarang, kami alihkan klub ini menjadi restoran dan kedai kopi," ujar Manager Riset dan Pengembangan Franshion Properties, Vincent Zuo.

Demikian halnya dengan Hongkong Shui On Land pemilik kompleks komersial dan residensial mewah Shanghai Xintiandi, termasuk yang menyesuaikan komposisi penyewanya untuk mengisi restoran, bar, toko-toko, dan juga butik.

"Restoran kami sekarang menargetkan pekerja kerah putih, bukan elite apalagi pejabat," ujar manajer Shanghai Xintiandi.

Keputusan mengubah target pasar menjadi konsumen menengah ini terjadi di tengah tindakan keras pemerintah terhadap praktik korupsi dan pemborosan. Tindakan keras tersebut memaksa beberapa pengembang kelas atas mengubah taktik untuk beradaptasi dengan lingkungan baru.

Pemerintah Tiongkok diketahui melakukan pengawasan ketat kepada konsumen atau siapa pun pejabat pemerintah yang membeli properti seharga Rp 74 juta hingga Rp 93,7 juta per meter persegi.

Terang saja, tindakan keras tersebut membuat para pengembang properti merasa gerah. Terbukti, Beijing dan Shanghai memperlihatkan perlambatan pertumbuhan. Ada banyak pasokan namun, tidak terserap maksimal. Pasalnya, pasokan tersebut sebagian besar ditujukan untuk kalangan elite dan pejabat negeri.

Di pasar sekunder Beijing, pasokan tumbuh dua kali lipat selama Januari-April 2014 menjadi 14.622 unit, sementara harga jual rerata merosot 2,4 persen. Sementara di Shanghai, mengalami kekosongan pembelian, karena investor dan konsumen lebih memilih berinvestasi properti di mancanegara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau