Sebut saja pengembangan Bandara Samarinda Baru, pembangunan Kawasan Industri Kariangau, pembangunan fasilitas pendidikan, kesenian dan budaya, kesehatan, dan lain-lain.
Di kedua kota ini pula, pengembang sekaliber Ciputra Group dan Agung Podomoro Group semakin menancapkan taji dan pengaruhnya dengan membangun berbagai jenis properti.
Terbaru, Ciputra Group membesut CitraCity Balikpapan yang berisi ruko, perkantoran, apartemen, dan hotel. Sedangkan di Samarinda, mereka menegakkan "panji" CitraGrand Senyiur City seluas 400 hektar, berupa perumahan skala kota lengkap dengan properti komersialnya.
Sementara Agung Podomoro Group mengembangkan Bukit Mediterania Samarinda, dan The Plaza Balikpapan mencakup apartemen, hotel, dan pusat belanja. Belum lagi Sinarmas Land Group. Tak mau kalah dengan lainnya, mereka membangun Grand City seluas 200 hektar setelah sukses dengan Balikpapan Baru. Di Samarinda, mereka masih mengumpulkan lahan yang siap untuk dikembangkan dengan ukuran skala kota.
Tak terhitung kiprah pengembang menengah dan kecil lainnya yang menjadikan dua kota ini sebagai wilayah garapan, sekaligus profit center. Sebut saja Hutama Karya Realtindo, Cowell Development, Wika Realty, dan pengembang lokal lainnya.
Dalam kacamata Direktur Ciputra Group, Bing Sugiarto Chandra, dua kota memiliki warna berbeda. Namun demikian, sama-sama punya potensi luar biasa. Termasuk dalam menyerap berbagai macam produk properti seperti perumahan, apartemen, ruko, pergudangan, perkantoran, dan pusat belanja.
Bank Indonesia memprediksi pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur pada 2014 lebih tinggi ketimbang tahun 2013, sekitar 9 hingga 9,5 persen, menyusul peningkatan permintaan batu bara di pasar internasional yang berpengaruh positif terhadap peningkatan daya beli masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi tersebut memacu pasar properti menjadi lebih bergairah dan berkembang dinamis. Setiap produk baru properti komersial dilansir, pasar bereaksi positif. Transaksi penjualan tercipta bahkan hanya dalam hitungan hari.
Citra City Balikpapan hasil kolaborasi Ciputra Group dan PT Nara Putra Sejati, merupakan satu di antara properti komersial yang terserap maksimal. Unit-unit rukonya terjual dengan volume transaksi Rp 116,25 miliar dan hanya menyisakan 4 unit dari total 35 unit. Demikian halnya dengan produk CitraGrand Senyiur City Samarinda yang ludes terjual sebanyak 260 unit dalam satu hari.
"Pasalnya, perputaran uang di kedua kota ini juga tinggi. Bahkan di Samarinda mencapai nilai Rp 11 triliun. Wajar bila proyek kami sebelumnya CitraLand City Samarinda mampu mendulang penjualan Rp 250 miliar per tahun, sedangkan Citra Bukit Indah sukses terjual dengan posisi harga tertinggi saat ini Rp 5 miliar per unit," ujar Bing kepada Kompas.com, Kamis (8/5/2014).
Samarinda
Samarinda termasuk di antara sekian banyak kota di daerah yang menjadi destinasi perluasan bisnis para pengembang Nasional. Statusnya sebagai ibukota provinsi, menjadikan kota ini punya posisi penting dan daya tarik tersendiri. Terlebih dalam perkembangan konstelasi pasar properti saat ini, saat kelas menengah tumbuh pesat, daya beli meningkat dan transformasi gaya hidup di semua lini.
Senior Associate Director and Head of Research & Advisory Cushman & Wakefield Indonesia, Arief N Rahardjo, mengutarakan potensi dan gairah pasar properti Samarinda kepada Kompas.com, Selasa (6/5/2014).
Menurutnya, sudah sejak lama Samarinda diincar pengembang besar, salah satunya adalah Agung Podomoro Land. Melalui PT Karunia Abadi Sejahtera, mereka membangun perumahan menengah atas bertajuk Bukit Mediterania Samarinda.
"Demikian halnya dengan pembangunan perhotelan yang tak kalah masif. Bahkan terdapat pusat belanja Big Mall yang merupakan terbesar di pulau ini. Semua mengindikasikan gairah properti Samarinda tak terbantah," ujarnya.
Hanya, menurut Ketua Umum Ikatan Ahli Perencana Indonesia (IAP), Bernardus Djonoputro, Samarinda yang merupakan ibukota provinsi dan dirancang sebagai pusat pemerintahan, pusat administrasi, pusat konservasi dengan basis ekonomi pada industri pariwisata harus memiliki penataan ruang yang memungkinkan eksplorasi sumber daya alam dilakukan sangat efektif.
"Kontribusi industri pertambangan, itu seharusnya diklasterisasi, dan menjadi domain Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur untuk memanfaatkannya seefektif dan seefisien mungkin serta arif dalam mengeluarkan izin pertambangan," kata Bernardus.
Hal senada dikatakan Marketing Executive PT Timur Adya Citra, pengembang Alaya Residences, Benny Hidayat. Samarinda membutuhkan rencana detail tata ruang (RDTR) yang dapat mengakomodasi pertumbuhan bisnis properti yang terukur dan terkendali.
"Pemerintah kota harus bisa memproduksi kebijakan yang ramah investasi, di sisi lain juga harus mampu menata kota dengan baik dengan memanfaatkan sumber daya yang ada dan memaksimalkannya menjadi keunggulan yang tidak terdapat di kota lainnya. Seperti penataan di sepanjang Sungai Mahakam. Kalau ditata, potensinya luar biasa untuk sektor pariwisata dan tentu saja dampaknya sangat positif bagi sektor properti," ujar Benny.
Balikpapan
Balikpapan tengah bertransformasi menjadi metropolitan. Meski hanya dipadati populasi kurang dari 1 juta jiwa, kota seluas 503,3 kilometer persegi ini, punya potensi lain yang bisa dikembangkan sehingga mengubahnya menjadi kota metropolitan.
"Di Balikpapan telah terjadi proses penyatuan konurbasi beberapa wilayah di sekitarnya baik secara fisik maupun aktivitas bisnis dan ekonomi. Sehingga kota ini menjadi sentranya. Terlebih Balikpapan berada pada posisi yang sangat strategis secara geografis, ekonomis, dan juga politik," ujar Bernardus.
Balikpapan punya "tarikan" dari berbagai aspek kehidupan. Kota ini tidak tergantung pada Samarinda sebagai ibukota, karena telah lama mempunyai basis ekonomi berupa jasa dan perdagangan dengan cantelan pada industri pertambangan minyak, batu bara, dan gas yang mampu mereka kelola sendiri. Ini dimungkinkan karena banyak perusahaan nasional, dan multinasional yang bercokol di Balikpapan.
Pertumbuhan sektor properti, menurut Bernardus, adalah dampak positif dari kegiatan jasa dan perdagangan tersebut di atas. Kebutuhan hunian, ruang ritel, fasilitas hiburan, dan perhotelan kian menguat seiring intensitas bisnis jasa dan perdagangan.
Diakui Wali Kota Balikpapan, Rizal Effendi, bahwa sektor properti berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi Balikpapan yang mencapai 9,03 persen tahun 2013, selain investasi di Kawasan Industri Kariangau (KIK). "Sektor properti menempati posisi atas realisasi investasi dan menjadi generator pertumbuhan ekonomi kota," ujarnya.
Balikpapan, imbuh Bernardus, berpotensi menjadi hub untuk wilayah Kalimantan. Hal ini dipicu oleh pembangunan infrastruktur, pusat kegiatan ekonomi, pusat industri (KIK), pelabuhan laut, dan terbaru Bandara International Sepinggandengan kapasitas 10 juta penumpang per tahun.
"Kelengkapan fasilitas dan infrastruktur serta utilitas kegiatan publik tersebut dapat mendorong kegiatan bisnis regional lebih aktif dengan intensitas tinggi," katanya.
Hanya, perlu diperhatikan dan menjadi visi pemimpin kota Balikpapan ke depan, adalah harus mampu mengendalikan Tata Ruang dan Wilayah kota dalam koridor RTRW 2012-2032 yang telah ditetapkan sebelumnya.
"Wali Kota, siapa pun sosoknya, harus memegang komitmen, dan dapat menyusun RDTR secara terperinci setiap wilayah dan menetapkan zonasi secara ketat. Jika sebuah wilayah akan dikembangkan menjadi pusat komersial yang di dalamnya terdapat properti multifungsi, maka harus menjaganya agar tetap demikian. Sebaliknya, jika sebuah wilayah peruntukannya sebagai ruang terbuka hijau, terlarang bagi komersial," tandas Bernardus.