Sedangkan pengembang-pengembang menengah, dan juga BUMN, terbiasa menggunakan jasa arsitek lokal. Pertimbangan mereka antara lain, arsitek lokal lebih menguasai konteks keindonesiaan dengan budaya dan gaya hidup yang berbeda dibanding penguasaan asing.
PT Triyasa Propertindo sebagai pendatang baru di sektor properti, bertaruh mempercayakan proyek perdananya, Gran Rubina kepada arsitek lokal, yakni PDW Architects. "Pertimbangannya sederhana, karena mereka tidak kalah dengan asing," jelas Direktur Triyasa Propertindo, Budi Lesmana.
Hal ini diperkuat Sekretaris Perusahaan PT Adhi Karya (Persero) Tbk, M Aprindy. Ia mengatakan, untuk proyek-proyek yang dikembangkan anak usahanya, Adhi Persada Properti, arsitek lokal adalah pilihan utama.
"Mereka kuat dalam desain dengan identitas lokal dan mampu memadukannya dengan desain modern. Kami biasa menggunakan arsitek lokal yang masuk lima besar secara nasional," katanya.
Direktur Utama PT Hutama Karya Realtindo, Putut Ariwibowo, berpendapat senada. Menurutnya, arsitek lokal tidak kalah dengan asing. "Lagipula kami ingin mengadopsi identitas lokal, karena konsumen kami juga lokal. Mereka expert dalam memahami keinginan konsumen lokal, dalam arti mampu mempertemukan size dan demand. Kami belum akan mengembangkan properti untuk orang asing. Selama ini, kami puas dengan hasil kerja arsitek lokal," cetus Putut.
Aboday adalah bendera domestik yang kerap berkolaborasi dengan Hutama Karya Realtindo. Mereka, kata Putut, diberikan apresiasi senilai antara Rp 3 miliar hingga Rp 4 miliar sesuai ukuran proyeknya. Jika proyek skala menengah atau kecil, jasa yang harus dibayar sebesar Rp 900 juta.
Sementara untuk proyek HK Realtindo di lokasi premium CBD dengan segmen kelas atas, Putut mempertimbangkan untuk memilih arsitek asing. Pasalnya, mereka dianggap lebih memahami bagaimana sebuah desain properti yang modern sekaligus memenuhi kaidah pembangunan berkelanjutan yang akhir-akhir ini menjadi concern para penyewa dan pembeli kalangan atas.
Cara berfikir harus berubah
Baik Jopy, Sinarto, Stefanus, maupun Putut, sepakat, bahwa jika arsitek lokal ingin menjadi pilihan utama para pengembang (user), maka mereka harus mengubah cara berfikir, sistem kerja, profesionalitas, dan kecepatan menghasilkan karya dengan baik.
"Mereka harus memahami perubahan zaman, perubahan gaya hidup, dan juga perubahan perilaku manusianya. Ini menjadi kelemahan mendasar arsitek lokal. Bagaimana mau menjadi pilihan para pengembang, bila mereka hanya berkutat dalam cara berfikir yang sempit. Cara berfikir konvensional hanya akan menghasilkan porsi membuat skematik desain, detail desain, dengan bayaran hanya Rp 2 miliar, sementara asing justru memikirkan konsep dengan bayaran Rp 10 miliar," urai Dosen Arsitektur Institut Teknologi Bandung, Baskoro Tedjo.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.