Sabah menempati urutan kedua tertinggi dengan harga rerata 126.030 dollar AS (Rp 1,4 miliar) per unit, diikuti Selangor dengan harga rerata 123.748 dollar AS (Rp 1,4 miliar).
Lonjakan harga juga terjadi di Johor sebesar 20,4 persen, Pulau Pinang (14,3%), dan Negeri Sembilan (6,3%). Selangor dan Perak menunjukkan pertumbuhan harga tahunan terendah yakni masing-masing 4,3% dan 3,7%.
Adapun langkah-langkah pendinginan guna mencegah aksi spekulasi yang dilakukan pemerintah, diharapkan dapat mengurangi volume transaksi. Namun, harga properti tahun ini diprediksikan akan terus meningkat.
Knight Frank menyatakan peningkatan harga disebabkan oleh berkurangnya jumlah pasokan pada kuartal III tahun 2013. Sebanyak 74,5 persen lebih rendah ketimbang periode yang sama tahun 2012 yakni hanya 3.736 unit dari sebelumnya 14.662 unit. Sementara jumlah yang terserap naik 18,7% pada kuartal III tahun lalu, 15,2% pada kuartal II, dan 12,5% pada kuartal I.
Namun demikian, harga rumah ini masih di bawah pencapaian sebelum krisis Asia pada 1997. Akselerasi pertumbuhan harga terjadi sangat cepat dalam dua gelombang. Pertama pada 1991, saat rumah naik 25,5% dan pada 1995 meningkat 18,4% pada 1995.
Setelah krisis Asia, harga rumah kemudian melorot 39% antara tahun 1997 dan 1999. Meski begitu, tetap saja harga rumah di Kuala Lumpur saat itu jauh melebihi harga rumah kota-kota lainnya, terutama sejak kisis finansial 2008-2009. Keunggulan tersebut didukung oleh proyek revitalisasi dan pengembangan lokasi-lokasi strategis dan vital serta proyek mass rapid transit (MRT).