Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Properti Semakin Tak Terkendali, Siapa Tanggung Jawab?

Kompas.com - 06/03/2014, 14:33 WIB
Latief

Penulis

KOMPAS.com — Di awal tahun, tepat memasuki bulan kedua pada 2014, Bank Indonesia (BI) mengeluarkan survei indeks harga properti residensial. Hasil survei BI yang dikeluarkan pada Rabu (12/2/2014) itu menunjukkan bahwa penjualan properti residensial pada kuartal IV melambat dibandingkan triwulan sebelumnya, dari 39,80 persen menjadi 12,05 persen.

Tak bisa dimungkiri, memang. Kebijakan penyempurnaan ketentuan loan to value pada 2013 turut memberikan dampak terhadap penurunan permintaan hunian. Perlambatan kenaikan penjualan terutama terjadi pada rumah tipe kecil.

Namun demikian, kenaikan harga properti residensial yang terjadi pada 2012 dan 2013 diperkirakan akan terus berlanjut tahun ini. Bahkan, secara triwulanan, kuartal I-2014 meningkat lebih tinggi 2,56 persen dibanding kuartal IV-2013, dengan kenaikan harga tertinggi pada rumah tipe menengah, yakni 3,45 persen.

Bisa disimpulkan bahwa pemerintah tak sanggup mengendalikan kenaikan harga properti yang sudah sangat tinggi itu. Semua diserahkan pada mekanisme pasar yang ada. Sejurus itu, ketika mekanisme pasar dikuasai para pengembang, harga pun relatif diatur oleh para pengembang dan tak murni lagi berdasarkan mekanisme pasar. Kenaikan harga yang ada relatif sebagai harga semu.

Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda mengatakan bahwa memang tidak semua pengembang menggoreng harga setinggi-tingginya. Namun, ketika pasar menunjukkan tingkat permintaan tinggi, maka sah saja ketika banyak pengembang juga ikut menaikkan harganya. Alasannya, hal itu dilakukan terkait bisnis usahanya harus mengejar profit.

Pertanyaannya, siapa yang harus bertanggung jawab dengan semua? Apakah harga tanah tak bisa dikendalikan? Kementerian mana yang wajib mengurus hal ini?

Seperti disebutkan sebelumnya, bahwa Pemerintah seperti tak sanggup mengendalikan harga properti, bahkan harga-harga tanah. Hal tersebut juga diakui oleh Ali.

"Ketika harga properti menjadi sangat tinggi, Menteri mana yang harus bertanggung jawab ? Jawabnya, tidak ada kementerian yang saat ini mengurus khusus properti. Ironis bukan?" kata Ali dalam siaran pers di Jakarta, Kamis (6/3/2014).

Ali mengatakan, Indonesia perlu melihat upaya yang dilakukan negara tetangga, Singapura. Ketika harga properti naik tidak terkendali, melalui Housing Development Board (HDB) sebagai lembaga perumahan nasional Singapura, pemerintah negara itu membangun rumah-rumah menengah dengan harga "wajar".

"Itu juga yang dilakukan oleh Malaysia untuk mengendalikan harga tanahnya," ujar Ali.

Ali mengatakan, hal itulah yang membuat para pengembang mempunyai "pesaing", yang pada akhirnya mereka tidak bisa lagi menaikkan harga terlalu tinggi. Pasalnya, para pengembang harus bersaing dengan proyek HDB yang membanjiri pasar.

"Ini yang tak bisa dilakukan pemerintah karena sampai saat ini Pemerintah Indonesia belum punya badan perumahan yang khusus menangani perumahan untuk rakyatnya. Badan ini sebetulnya sudah diamanatkan UU, namun sampai saat ini belum diimplementasikan," kata Ali.

Dengan adanya Badan Perumahan, lanjut Ali, pemerintah diharapkan dapat membuat bank tanah (land bank). Dari bank tanah itulah pemerintah kemudian membangun perumahan ataupun apartemen bagi kalangan menengah dan bawah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Persiapan PP Jelang Nataru, Mulai Jalan Tol hingga Mal

Persiapan PP Jelang Nataru, Mulai Jalan Tol hingga Mal

Berita
'Face Recognition' Digunakan 5,8 Juta Kali, Terbanyak di Stasiun Gambir

"Face Recognition" Digunakan 5,8 Juta Kali, Terbanyak di Stasiun Gambir

Berita
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Belitung Timur: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Belitung Timur: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Dibanderol Rp 1,5 Miliar, Rumah di Sawangan Ini Tak Butuh Renovasi Lagi

Dibanderol Rp 1,5 Miliar, Rumah di Sawangan Ini Tak Butuh Renovasi Lagi

Berita
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Belitung: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Belitung: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Clement Francis Terpilih Jadi Ketua Umum AREBI 2024-2027

Clement Francis Terpilih Jadi Ketua Umum AREBI 2024-2027

Berita
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Bangka Tengah: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Bangka Tengah: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Bangka Selatan: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Bangka Selatan: Pilihan Ekonomis

Perumahan
REI Nilai Gebrakan Ara Bertolak Belakang dengan Satgas Perumahan

REI Nilai Gebrakan Ara Bertolak Belakang dengan Satgas Perumahan

Berita
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Bintan: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Bintan: Pilihan Ekonomis

Perumahan
[POPULER PROPERTI] Ara Bagi-bagi Rp 100 Juta Buat Penghuni Huntap Cianjur

[POPULER PROPERTI] Ara Bagi-bagi Rp 100 Juta Buat Penghuni Huntap Cianjur

Berita
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Karimun: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Karimun: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Ingin Perpanjang Masa Pakai Kipas Angin di Rumah? Lakukan 5 Hal Ini

Ingin Perpanjang Masa Pakai Kipas Angin di Rumah? Lakukan 5 Hal Ini

Tips
Pemerintah Punya Cara Pindahkan Warga di Zona Merah Gempa Cianjur

Pemerintah Punya Cara Pindahkan Warga di Zona Merah Gempa Cianjur

Berita
Pakuwon Mall Bekasi Dibuka, Standar Baru Berbelanja Senilai Rp 843 miliar

Pakuwon Mall Bekasi Dibuka, Standar Baru Berbelanja Senilai Rp 843 miliar

Ritel
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau