Menurut dia, Jakarta sudah memiliki rancangan tata ruang wilayah (RTRW) dan rancangan detail tata ruang (RDTR) yang harus dipatuhi semua penduduk Jakarta, baik itu pelaku bisnis, infrastruktur, maupun masyarakat umum. Sudah ada fungsi masing-masing area disebutkan dalam aturan itu.
Sayangnya, Bernardus menemukan adanya pengubahan fungsi. Misalnya, kawasan Jakarta Selatan, termasuk Jalan TB Simatupang, bukan diperuntukkan bagi kawasan perkantoran.
"Sekarang ini yang jadi masalah kalau terjadi alih fungsi, dari yang seharusnya residensial diubah menjadi kantor. Itu tentu akan sangat berpengaruh ke wilayah kota. Pemerintah Jakarta harusnya semakin mengurangi. Gubernur harus bisa lebih keras bekerja di lapangan untuk mengurangi perubahan fungsi, terutama di pusat kota," ujarnya.
Bernardus melanjutkan, kawasan TB Simatupang dan ke arah selatan Jakarta harus benar-benar dikendalikan dengan melihat lagi masterplan.
"Pertumbuhan Jakarta dan pembangunan kawasan khusus itu bukan ke selatan, tapi ke timur, barat, dan utara, terutama timur dan barat," ujarnya.
Ada transaksi?
Pertumbuhan perkantoran di kawasan TB Simatupang sudah seharusnya distop. Daya dukung lahan untuk bisnis, industri, dan berbagai kegiatan lain lebih cocok untuk daerah barat dan timur. Sementara itu, daerah selatan seharusnya hanya menjadi daerah residensial dan resapan.
Bernardus mengatakan, seharusnya pemerintah daerah berhenti memutihkan alih guna lahan. Kalau ada alih guna lahan, hal itu harus diselidiki penyebab di belakang itu.
"Pasti ada sesuatu, pasti ada transaksi dan sebagainya. Karena, dalam perencanaannya tidak bisa dialihfungsikan. Harus ada alasan kuat karena alih guna lahan itu harus dikonsultasikan pada dewan yang sudah menandatangani RTRW dan RDTR," ujarnya.