Keduanya mengembangkan properti multifungsi The Park Solo dan Solo Paragon yang terdiri atas pusat belanja, hotel, apartemen, dan pusat bisnis.
Wilayah Solo Raya diyakini menawarkan potensi yang berbeda ketimbang kawasan lainnya. Bahkan, untuk saat ini, transformasi demikian nyata terasa. Solo bukan lagi "halaman belakang" dari kota-kota utama seperti Semarang atau Yogyakarta.
Demikian dikatakan Direktur Operasional Solo Paragon, Budianto Wiharto, kepada Kompas.com, Rabu (4/12/2013).
Menurutnya, Solo yang ditahbiskan sebagai kota dagang memiliki posisi strategis. Lokasi Solo berada di sentra perputaran bisnis Jawa bagian tengah. Di sini banyak bermukim perusahaan-perusahaan dan industri tekstil, consumer goods, industri kreatif, dan lain sebagainya.
"Para pebisnis tersebut tentu saja mempekerjakan karyawan dalam jumlah banyak. Tak jarang mereka juga mendatangkan ekspatriat untuk level manajer ke atas. Nah, mereka inilah salah satu potensi yang membuat Solo tumbuh pesat," papar Budianto.
Hal senada diakui General Manager The Park Solo, Istar Pakaja. Ia mengatakan bahwa daya beli warga Solo tak kalah dengan kota-kota lainnya. Bahkan lokasi tempat The Park berada merupakan kawasan elite yang ia ibaratkan sebagai Pondok Indah-nya Solo.
"Jika di pusat kota merupakan kawasan elite lama, maka Solo Baru adalah kawasan elite yang berkembang mengikuti dinamika zaman. Banyak anak muda, generasi kedua para pengusaha lama yang mulai kembali dari perantauan di mancanegara, untuk meneruskan usahanya di sini," jelas Istar.
Tak mengherankan bila baik Solo Paragon maupun The Park Solo dikunjungi oleh keluarga muda, eksekutif muda, dan pengusaha muda. Mereka memenuhi kedua pusat belanja tersebut, terutama klaster kulinernya.
"Mereka hang out menghabiskan uang dan juga waktu untuk menikmati gaya hidup baru. Selama ini, untuk memuaskan gaya hidup tersebut, Yogyakarta menjadi ukuran. Namun, kini tidak lagi. Mereka justru menciptakan gaya hidup baru," imbuh Istar.
Gaya hidup menjadi to see and to be seen people diakomodasi The Park dengan mendatangkan penyewa bermerek nasional dan internasional. Sebut saja kafe Liberica yang baru memiliki 5 gerai di Jakarta yang seluruhnya berada di dalam pusat belanja kelas menengah atas. Kemudian, The Coffee Bean, dan kelak beberapa nama lainnya yang akan meramaikan koridor Central Park dan tentu saja Metro Department Store.
Sementara itu, di Solo Paragon, terdapat empat kafe yang menjadi magnie kuat bagi pengunjung muda. Keempatnya adalah Starbucks, Excelso, Black Canyon, dan The Coffee Bean. Untuk department store-nya, mereka menggandeng Centro.
Dengan kombinasi penyewa kuliner dan fashion, jumlah kunjungan per hari (weekdays) Solo Paragon mencapai 7.000 orang dan 15.000 pengunjung pada akhir pekan. Jumlah yang sama diraup The Park Solo, yang meskipun baru, tetapi telah didatangi oleh 8.000 pengunjung pada hari kerja dan 12.000 orang selama akhir pekan.
Saat ini, diakui Budianto, Solo Paragon telah tersewa 98 persen. Penyewa terbaru adalah Cinepleks XXI yang akan beroperasi pada 6 Desember 2013 dan karaoke Princess Syahrini.
Sedangkan The Park, telah terokupasi 70 persen. Tenan terbaru yang akan membuka gerainya adalah Esprit dan beberapa merek lainnya.
Ke depan, baik Budianto maupun Istar meyakini bahwa pertumbuhan Solo akan terus berlanjut. Terutama di sektor ritel dan hotel. Saat ini saja terdapat 2 ruang ritel lagi dan 16 hotel baru yang sedang dan akan memasuki tahap konstruksi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.