Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konsultan: Rupiah Anjlok, Pemilik Gedung Justru Untung!

Kompas.com - 03/12/2013, 15:49 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Berbeda dengan pengembang, pengamat dan konsultan properti justru memandang anjloknya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS menjadi Rp 11.870 per 3 Desember 2013, bukan hal yang krusial untuk dikhawatirkan.

Menurut Associate Director Colliers International Indonesia, Ferry Salanto, sektor properti tidak akan terpapar langsung oleh penurunan nilai tukar karena sifatnya jangka panjang. Tidak seperti pasar modal yang memperdagangkan saham sehingga dampaknya begitu terasa, properti butuh waktu lama untuk penyesuaian.

"Bahkan bisa dikatakan, dampaknya tidak terasa. Meski pun ada pengaruhnya, namun tidak secara luas mengubah pasar properti menjadi anjlok," ujar Ferry kepada Kompas.com, Selasa (3/12/2013).

Bahkan, menurut Head of Research Jones Lang LaSalle Indonesia, Anton Sitorus, meroketnya dollar justru akan menguntungkan bagi pemilik gedung (land lord) yang menyewakan ruang-ruang kantornya dengan tarif dollar.

"Untuk sektor perkantoran justru trennya akan tetap naik. Karena menguatnya Dollar merupakan peluang bagi landlord meraup keuntungan. Tarif dalam mata uang dollar, sementara biaya operasional dalam Rupiah. Jelas ada potensi margin yang besar di sini," jelas Anton.

Meski demikian, jika melemahnya Rupiah terus berlanjut dalam jangka panjang, maka perkantoran dan apartemen sewa, merupakan sektor yang paling rentan. Meski pun saat ini belum terjadi, namun, berkaca dari pengalaman sebelumnya, kedua sektor tersebut akan terkena dampaknya.

"Affordability (daya serap) pasar ikut terpengaruh akibat bisnis yang terganggu karena daya beli konsumen turun. Perusahaan domestik justru akan menghadapi kesulitan," tandasnya.

Dampak paling buruk, menurut Ferry, adalah terjadi penurunan tingkat hunian akibat relokasi perusahaan-perusahaan lokal dari perkantoran sewa bertarif dollar. Saat dollar masih Rp 11.000, yang terjadi adalah negosiasi ulang tarif sewa. Tidak seperti tahun 2008 silam, di mana relokasi ramai terjadi.

Terlebih jika kondisinya bertambah parah, maka penyesuaian harga bakal berlangsung. Namun, sejauh ini, ketiga kemungkinkan yakni negosiasi, relokasi dan penyesuaian harga belum terjadi.

"Karena, perusahaan yang berkantor di gedung bertarif Dollar AS, sebagian besar adalah multi national company (MNC) yang pendapatannya (income) pun dalam mata uang yang sama. Jadi, pengaruhnya tidak ada sama sekali. Sebaliknya bagi perusahaan domestik, memang harus dipertimbangkan ulang untuk tetap berdomisili di perkantoran bertarif dollar AS atau pindah," imbuhnya.

Berbeda dengan sektor perkantoran, untuk apartemen sewa, akan mengalami stagnasi harga. Stagnasi dapat terjadi karena permintaan berkurang sebagai akibat dari penurunan daya beli tadi.

"Konsumen apartemen sewa bervariasi, tidak hanya korporat melainkan juga investor individu. Kalau pun terjadi pengaruh, paling banter negosiasi ulang harga sewa," ucap Anton seraya menambahkan tarif sewa apartemen saat ini berkisar antara 2.000-6.000 dollar AS per bulan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau