Tak mengherankan, jika banyak pengembang Bali memilih bergeser ke kawasan pinggiran seperti Jembrana dan Bangli. Mereka "kalah" modal dengan pengembang lebih besar atau skala Nasional yang mampu menguasai lahan di lokasi-lokasi strategis atau kawasan tenar macam Kuta, Jimbaran, Nusa Dua, Canggu, Seminyak, Bukit, Benoa dan lain-lain.
Sementara Jembrana dan Bangli, merupakan dua kawasan yang tidak popular dan ceruk pasarnya sempit dengan masyarakat berpenghasilan rendah. Sehingga pengembang yang nekat membangun di kawasan-kawasan ini harus siap-siap gigit jari merugi.
Sekretaris DPD REI Bali, I Made Sudhana Yasa, secara gamblang menggambarkan kondisi aktual dan dilema yang dihadapi para pengembang tersebut kepada Kompas.com, Jumat (27/9/2013). Tingginya harga lahan akibat praktek transaksi tertutup yang dilakukan antara pembeli dan penjual dengan besaran "suka-suka".
Menurutnya pengembang Bali dihadapkan pada opsi sulit, vakum karena tak mampu membebaskan lahan dengan harga selangit, atau tetap beroperasi dengan konsekuensi risiko bisnis yakni kerugian besar.
"Kami harus berusaha ekstra agar mampu dapat beroperasi. Kami mencari jalan kerjasama investasi dengan pengembang luar. Yang pasti kami harus tetap berusaha, karena kebutuhan hunian di Bali sangat besar yang belum terpenuhi seluruhnya. Ini peluang bagus, sayang kalau dibiarkan," imbuh Sudhana.
Saat ini, properti hunian yang diminati pasar adalah serentang Rp 500 juta hingga Rp 800 juta per unit untuk ukuran 45/110-115 meter persegi hingga 70/150 meter persegi. Kendati pasar atas juga ada, namun jumlahnya tak sebanyak kelas menengah.
Para pembeli, lanjut Sudhana, berasal dari luar wilayah Bali yakni Surabaya, Jakarta, Balikpapan, Makassar dan bahkan Medan. Sementara pembeli dari Bali sendiri adalah masyarakat yang berpendapatan dalam Dollar AS yang bekerja di kapal-kapal pesiar.
"Jumlah pembeli dengan profil seperti ini meningkat dari tahun ke tahun. Mereka menitipkan penghasilannya kepada orang tua atau saudara terdekat untuk diinvestasikan ke dalam bentuk rumah," tandas Sudhana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.