Tidak hanya melibatkan Pemprov DKI Jakarta dan para PKL, kasus ini juga melibatkan banyak pihak lain, seperti PD Pasar Jaya sebagai pengelola pasar, masyarakat sebagai konsumen, dan pihak-pihak lainnya. Namun, penduduk Jakarta atau penduduk Indonesia secara umum boleh jadi berutang pada keberanian Pemprov DKI mengangkat masalah tersebut.
Pasar Tanah Abang, khususnya blok-blok yang dikelola perusahaan swasta, menggabungkan kedua konsep pasar modern dan pasar tradisional. Maksudnya, selain bangunannya bersih, terawat, dikelola dengan baik, dan memiliki zonasi jelas, kegiatan jual-beli juga tetap bisa dilakukan dengan tawar-menawar.
"Ada banyak dimensi yang harus dilihat, dikritisi terlebih dahulu. Modernisasi pasar bisa dilakukan dengan memodernkan sistem pasar, bangunan fisik, dan orang-orang yang terlibat di dalamnya, terutama pengelola. Ada beberapa faktor orisinal yang membuat orang rela mengunjungi pasar tradisional. Hal-hal sederhana, seperti keinginan mendapatkan barang dagangan yang segar, dan kemungkinan tawar-menawar bisa menjadi daya tarik bagi konsumen," ujar Munichy kepada Kompas.com, di Jakarta, Selasa (13/8/2013).
"Yang pertama fungsi, yang kedua estetika, yang ketiga teknik, termasuk konstruksi dan struktur, yang keempat safety. Bangunan harus bisa menyelamatkan penghuninya ketika terjadi sesuatu (bencana). Yang kelima comfort, yang keenam konteks. Keberadaan bangunan tersebut konstekstual atau tidak. Yang ketujuh efisiensi," imbuhnya.
Selain itu, menurut Munichy, tak kalah penting adalah perhatian pada penataan zonasinya yang memudahkan konsumen mendapatkan barang yang dibutuhkan. Juga penataan koridor dan sirkulasi pengunjung yang tersebar merata antarzonasi atau wilayah dalam bangunan gedung sehingga memungkinkan terjadinya pemerataan omzet para pedagang.