Namun, meskipun yakin akan berjuang mempertahankan suku bunga tersebut, Djan Faridz tetap bersikukuh menaikkan harga rumah subsidi. Hal tersebut, menurut dia, agar tidak terlalu membebani pengembang.
Saat ini, pembiayaan KPR bersubsidi melalui fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) memiliki tingkat suku bunga tetap sebesar 7,25 persen per tahun untuk masa pinjaman 20 tahun. Sementara harga rumah tapak bersubsidi saat ini berada pada kisaran Rp 88 juta sampai Rp145 juta per unit. Adapun harga rumah susun bersubsidi berada pada kisaran maksimun Rp144 juta.
"Harga rumah Rp 88 juta itu akan naik. Kalau tidak dinaikkan, ada demand dalam jumlah banyak tapi supply menciut. Nah, yang dirugikan siapa? Lebih baik harga dinaikkan, cicilannya diperpanjang. Dengan cara ini, cicilan akan tetap," ujarnya.
Namun, besaran kenaikan harga belum dipastikan dan masih menunggu hasil kajian. Djan mengungkapkan, dengan besaran cicilan Rp 600.000, nilai tersebut akan semakin rendah dalam sepuluh tahun mendatang. Dengan kata lain, masyarakat tidak akan terbebani.
Hal yang sama juga terjadi di daerah Klender, Jakarta Timur. Menurut Faridz, banyak masyarakat yang menyatakan rumah mereka sudah seharga ratusan juta, namun cicilannya masih ratusan bahkan puluhan ribu rupiah.
Mengenai tenggat waktu kenaikan harga rumah bersubsidi, Menpera mengaku belum dapat menyampaikan waktu yang pasti. Dia khawatir, jika tidak dilakukan dengan segera, akan ada banyak pengembang menahan pasokan rumah bersubsidi. Hal ini dapat berimbas pada kurangnya pasokan rumah bersubsidi bagi MBR dan terhambatnya kesempatan mereka memiliki rumah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.