Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Zulfi S Koto: Urusan Perumahan Harus Satu Pintu, Satu Kebijakan

Kompas.com - 30/04/2011, 10:10 WIB

Tahun 2001, pada pemerintahan Presiden Megawati, muncul gerakan nasional sejuta rumah.

Meski berganti pemerintahan, masalah perumahan rakyat seakan tak pernah tuntas. Apa sebenarnya pokok masalahnya?
Ada tiga masalah pokok perumahan yang menjadi problem. Pertama, masalah perizinan. Pada zaman reformasi, perizinan makin sulit. Birokrat kita punya alasan, kalau bisa dipersulit, mengapa dipermudah? Itu kerap terjadi di daerah.

Kedua, masalah pertanahan, dan ketiga, masalah pembiayaan. Dan ada faktor lainnya yaitu infrastruktur dan kelembagaan. Setiap daerah, lembaga yang menangani perumahan berbeda-beda. Tidak jelas. Di pemerintah pusat pun demikian.

Lembaga-lembaga pemerintah yang menangani masalah perumahan mulai dari Departemen Pekerjaan Umum, Kementerian Perumahan Rakyat, Kementerian Sosial, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, sampai Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi pun yang punya Dirjen Permukiman.

Juga masalah produk peraturan, yang antara satu dengan lainnya tidak sinkron. Contohnya, Kementerian PU dan Kemenpera membangun Rusunawa di daerah dengan dana APBN.

Meskipun sudah ada serah terima, proses hibah ke daerah sulit. Karena mengacu peraturan Menkeu, penghibahan harus ada aset negara. Jadi Rusunawa itu susah diserahkan ke daerah. Dan orang daerah memberi alasan mengapa tidak mengurus Rusunawa itu karena belum diserahkan pemerintah pusat.

Ditambah lagi ada Permendagri yang menyebutkan dana APBD tak boleh dikeluarkan untuk mengelola aset-aset negara. Itu baru contoh satu regulasi yang tidak sinkron satu sama lain.

Akibatnya, kita lihat rusunawa di Semarang tidak berpenghuni. Karena lama belum terisi, hilanglah pintunya. Rusunawa di Marunda juga begitu. Pemprov DKI beralasan tidak bisa mengurusnya karena belum ada serah terima aset dari pemerintah pusat ke daerah.

Jadi akar masalahnya jelas, tak ada keserasian dan harmonisasi peraturan perumahan rakyat. Pejabat daerah takut menyimpang, takut diperiksa dan ditahan BPK dan KPK.

Masalah tidak sinkronnya aturan-aturan perumahan rakyat akhirnya menyebabkan banyak Rusunawa yang dibangun pemerintah pusat, tidak dihuni. Padahal kebutuhan akan tempat tinggal di Indonesia terus bertambah. Sementara jika dibangun dari dana APBD, banyak pemda yang APBD yang tidak memadai.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com