Anda tidak menyebut Zuri Express sebagai budget hotel, tapi lebih suka smart hotel. Mengapa?
Benar, Zuri Express bukan budget hotel, tapi smart hotel. Karena sanitary yang kami gunakan mereknya Toto, tempat tidurnya King Koil, TV LCD, handuk standar bintang empat. Jadi hotel ini tarif bintang dua, rasa bintang empat.
Mengapa Anda memilih nama Grand Zuri?
Grand Zuri itu artinya beauty, heaven, nyaman. Saya kutip dari bahasa asing tapi, terus terang saya pun lupa. Saya baca nama itu di sebuah suratkabar. Ketika mencari nama untuk hotel itu, pertama kali sangat susah karena ternyata banyak nama yang sudah dihakpatenkan. Nama “Pelangi” atau “Legenda” sudah dihakpatenkan oleh orang lain. Akhirnya saya mendapat nama Grand Zuri ini.
Anda optimistis dengan masa depan Grand Zuri?
Yah, kami belajarlah, Kalau tidak berani, kapan mulainya? Kalau tidak mencoba, kapan bisa? Jadi semua belajar. Kebetulan saya didukung staf-staf yang ahli dalam bidang perhotelan dan nasionalisme mereka tinggi. Jadi menurut saya, tak perlulah orang asing kalau sekadar membangun dan mengelola hotel bintang dua, tiga, empat.
Anda sebelumnya pengembang perumahan. Apa saja yang Anda bangun pada awalnya?
Sebelumnya saya pengembang yang membangun perumahan real estate Villa Garuda Mas, yang dibangun antara tahun 1990 dan 1997 sebanyak 150 unit. Ini rumah menengah atas. Saya juga pengembang yang membangun perumahan menengah atas Villa Duyung (100 unit), Villa Paus (dibangun mulai tahun 1993, jumlahnya ratusan unit dan sampai sekarang masih dibangun). Jadi saya membangun perumahan, mulai dari RSS, ruko, sampai rumah mewah di Pekanbaru.
Saya menjadi pengembang sejak tahun 1987. Saua memulainya dengan membangun rumah untuk pegawai-pegawai Caltex (sekarang Chevron). Perusahaan itu punya program home and ownership training. Jadi rumah itu menjadi milik karyawan, bukan rumah dinas. Selama tiga tahun, saya membangun 300-an rumah.
Modal membangun hotel Grand Zuri diperoleh dari sisa pembangunan rumah di masa lalu.
Bagaimana Anda melihat pasar properti di Riau saat ini?
Menurut saya, sebenarnya pasar properti di Riau sudah jenuh. Bisnis properti di Riau cukup berkembang, tapi daya beli masih terbatas. Teman-teman pengembang yang tergabung dalam REI mengembangkan RSH, dan kini pasar agak jenuh.
Jika Grup Ciputra bisa menjual rumah CitraLand laris, ini hebat. Ada tren orang membeli rumah sebagai investasi, karena sangat yakin harga akan naik. Ini kelebihan Pak Ciputra.
Tahun 1980-an, properti di Riau belum berkembang, hanya untuk kebutuhan perusahaan besar seperti Caltex. Tahun 1990-an mulai bagus, Tapi begitu krisis, developer manapun babak belur. Tahun 2000-an, mulai tahun 2001-2002, sektor properti bangkit lagi. Sampai tahun 2006, bisnis properti di Riau slow down karena sebenarnya dengan jumlah penduduk 800.000 orang seperti sekarang, kebutuhan properti tidak begitu besar.
Grup Ciputra masuk ke Riau pada saat yang tepat. Timing-nya tepat. Ketika di dalam kota Pekanbaru, sudah sulit mendapatkan tanah. Memang sejak tahun 2005, orang sudah susah mencari tanah. Kalau Grup Ciputra membangun perumahan CitraLand berbarengan dengan Mal Ciputra, lain ceritanya.