Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Chandra Tambayong: Dari Apartemen di Bandung ke Superblok Solo Paragon

Kompas.com - 20/05/2010, 21:33 WIB

Pada tahun yang sama, kami membangun satu menara Grand Setiabudi Apartment dan Hotel yang bernuansa butik dan kemudian Galeri Ciumbeuluit di dekat kampus Unpar.. Saya bermitra dengan pengusaha Bandung.  Dan tahun 2006-2007, kami mulai membangun Jatinangor.

Bagaimana Anda bisa melihat tanah kosong yang tak bermanfaat bisa dijadikan peluang bisnis yang luar biasa?
Ini bisa karena biasa. Dan memang ini sudah menjadi pekerjaan saya sejak dulu. Jadi ide datang begitu saja, plek, datang tiba tiba. Dan ide yang datang tiba-tiba itu bisa direalisasikan, seperti Solo Paragon ini.

Bagaimana perkembangan Solo Paragon saat ini?
Kini Solo Paragon yang mulai dibangun Juli 2008, mulai menunjukkan bentuknya. Setidaknya apartemen berlantai 24 sudah berdiri megah dan dalam tahap penyelesaian akhir. Bulan September 2010, apartemen tertinggi di Jawa Tengah ini sudah dapat digunakan.

Apartemen ini terdiri dari 237 unit kondotel dan 208 unit residences. Seratus persen kondotel sudah habis terjual, sedangkan residences 80 persen. Sebagian besar pembeli, 80 persen  merupakan masyarakat Solo Raya, sisanya dari Jakarta dan daerah lainnya.  Selain pejabat, pengusaha, pembeli unit apartemen dan kondotel adalah kalangan profesional seperti dokter.
 
Kondotel akan dioperasikan oleh Tauzia, yang dikenal dengan brand hotel Harris. Namun di Solo Paragon, hotel ini tidak membawa brand Harris, tetapi mengedepankan nama Solo Paragon.

Di bawah apartemen itu, dibangun pusat perbelanjaan, mal bernuansa gaya hidup. Mal ini akan beroperasi akhir tahun 2011. Sejumlah penyewa yang memastikan akan hadir di Solo Paragon adalah XXI, Ace Hardware, Index, dan beberapa brand terkenal lainnya.

Sebelum menjadi pemain properti di Solo, Anda pemain properti di Bandung. Kapan Anda memulai bisnis properti?  
Tahun 1988, saya menetap di Bandung dan melihat peluang ke arah itu. Awalnya saya adalah pemborong di Margahayu Raya. Setelah proyek Margahayu Raya selesai,  saya mengembangkan bisnis properti sendiri di Bandung Barat, yaitu Permata Cimahi, perumahan BTN, juga kompleks perumahan IPTN,  Bukit Permata Cimahi.

Setelah itu saya mengambil alih beberapa proyek perumahan, misalnya Bumi Paku Sarakan di Bandung Barat, Mutiara Cibabat, Taman Bunga Cilame, Tani Mulya Indah. Saya membangun juga perumahan Rahayu Garden pada tahun 1990-an di Bandung (dekat Hollis).

Saya juga membangun perumahan eksklusif Grahapuspa Bandung dan perumahan Permata Harjamukti di Cirebon.

Setelah krisis moneter, banyak perusahaan properti yang mati. Banyak pengusaha kelas atas kolaps dan tersangkut kasus dengan BPPN. Di situ, saya melihat terjadi kekosongan commercial area. Saya melihat ada peluang yang kosong, Maka pada tahun 2001-2002, saya mulai membangun Bandung Trade Center Fashion Mall  di Jalan Pasteur. Dalam proyek ini, saya bermitra dengan Herlan Hermawan, pengusaha garmen.

Setelah Bandung Trade Center sukses, Anda melirik Solo. Bagaimana Anda bisa ke Solo?

Tahun 2005 saya ke Solo. Sebenarnya ini hanya karena perkawanan. Tidak hunting khusus. Ada kawan yang mengajak saya membangun semacam BTC. Saya melihat Kota Solo belum memiliki pusat komersial.

Walaupun Solo dikenal sebagai sumbu pendek, tapi saya sebagai pebisnis yakin bahwa secara umum, warga kota itu tidak ingin kota mereka chaos. Saya membangun Solo Grand Mall, bermitra dengan pemilik Adem Ayem, Willy Herlambang dan ayahnya Sucipto Herlambang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com