Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saatnya Berpaling ke Properti Hijau

Kompas.com - 01/05/2010, 11:28 WIB

Bagaimana dengan Indonesia? Tren go green belum marak menghinggapi ranah industri properti di Tanah Air. Bahkan, belum ada ketentuan tentang kriteria bangunan ramah lingkungan serta rambu-rambu tata ruang daerah yang menopang pengembangan permukiman dan perkantoran ramah lingkungan.

Minimnya paradigma ecoproperty membuat pengembangan properti ramah lingkungan di Indonesia masih sebatas klaim pengembang. Jikapun sudah mulai, konsep itu cenderung diterjemahkan secara parsial ke fisik bangunan, yakni besaran ruang terbuka hijau, tinggi bangunan, dan garis sempadan.

”Saat ini semakin banyak pembangunan properti dengan konsep hijau dan mendapat respons positif dari masyarakat. Namun, paradigma konsep hijau masih berbeda-beda karena belum ada aturan yang jelas mengenai kriteria properti ramah lingkungan,” ujar Teguh Satria, Ketua Real Estat Indonesia, yang juga Penanggung Jawab Kongres Dunia Ke-61 FIABCI.

Memacu pembangunan
Direktur Utama PT Bakrieland Development Tbk Hiramsyah Thaib berpendapat, untuk memacu pembangunan berpaling ke alam (back to nature), kejelasan aturan oleh pemerintah mutlak diperlukan.

Aturan yang menunjang properti ramah lingkungan mencakup tata ruang, standardisasi, pola insentif bagi pengembang proyek yang ramah lingkungan, maupun sanksi terhadap pengembang yang belum memerhatikan konsep pembangunan ramah lingkungan. Pola insentif dan sanksi tersebut sudah banyak diterapkan di negara maju.

Beberapa insentif yang diusulkan berupa keringanan biaya izin mendirikan bangunan (IMB) sebesar 30-50 persen bagi proyek ramah lingkungan. Selain itu, koefisien luas bangunan lebih tinggi sebagai kompensasi perluasan ruang terbuka hijau dan prioritas infrastruktur.

”Dukungan pemerintah diperlukan mengingat pembangunan kota ramah lingkungan merupakan tanggung jawab moral bagi generasi mendatang,” ujar Hieramsyah.

Selangkah lebih maju, Konsil Bangunan Hijau Indonesia (Green Building Council Indonesia/GBCI) berinisiatif menyusun kriteria properti ramah lingkungan. Core Founder GBCI Tiyok Prasetoadi mengemukakan, bulan Juni 2010 akan dilakukan konsensus nasional untuk meminta masukan dari pemangku kepentingan industri properti dan konstruksi serta masyarakat mengenai konsep ramah lingkungan.

Ada enam kriteria yang menjadi acuan properti ramah lingkungan, yakni mencakup tapak bangunan, energi, air bersih dan limbah, material, kualitas udara dalam ruangan, serta pengelolaan untuk pengawasan energi. Ketentuan kriteria itu akan disinergikan dengan aturan pemerintah pusat dan daerah.

”Pelaksanaan properti ramah lingkungan akan disusun dalam peringkat, mulai dari jenjang paling sederhana sampai paling lengkap,” ujar Tiyok. Namun, properti yang ramah lingkungan tidak hanya bersandar pada aturan tata ruang dan teknis operasional, tetapi juga perilaku penghuninya. Mengubah penghuni agar memiliki gaya hidup ramah lingkungan menjadi tantangan terberat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com