Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penangkapan Rachmat Yasin, antara Tata Ruang dan "Tata Uang"....

Kompas.com - 08/05/2014, 13:18 WIB
Tabita Diela

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Penangkapan Bupati Bogor, Rachmat Yasin, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (7/5/2014), seolah membuktikan betapa rentannya penyelewengan dan penggelapan dalam pemberian izin tata ruang oleh pemerintah daerah. Dihubungi Kompas,com di Jakarta, Kamis (8/5/2014), ihwal penangkapan tersebut, pengamat perkotaan Yayat Supriatna mengungkapkan, bahwa Kabupaten Bogor seharusnya menghentikan dulu pemberian izin pembangunan.

Yayat mengatakan, kejadian tersebut penting dijadikan peringatan dan pelajaran agar Bupati yang menjabat tidak sembrono memberikan izin. Terlebih, lanjut Yayat, jika tata ruang di wilayah kekuasaannya tengah disusun kembali (Baca: Bupati Bogor Ditangkap Terkait Izin Tata Ruang Bogor-Puncak-Cianjur).

Dia menyayangkan, jika ada oknum yang justeru tidak menyesuaikan dengan tata ruang baru dan malah memanfaatkannya untuk melakukan pemutihan. Sebaiknya, dilakukan penghentian terhadap izin-izin bermasalah yang sudah diberikan sebelumnya.

"Jangan aji mumpung kemudian dilakukan perubahan, pemutihan. Ada bagusnya, khususnya untuk Kabupaten Bogor, harusnya ada penghentian dulu. Kalau bisa dievaluasi kembali, disesuaikan dengan undang-undang baru, tata ruang provinsi baru sehingga menghindari pelanggaran tata ruang," ujar Yayat.

Sebelumnya, Yayat pernah mengungkapkan bahwa tata ruang bisa disebut "tata uang". Dia menjelaskan, di dalam tata ruang terdapat celah investasi. Banyak orang melanggar aturan karena ingin merealisasikan rencananya dengan cepat. Terkait mekanisme perizinan yang biasanya rumit dan memakan banyak waktu, tak sedikit oknum melanggar aturan untuk "memotong" proses tersebut.

"Terkait mekanisme perizinan, pertama proses izin prinsip. Ada prinsip yang sebetulnya harus dipatuhi. Ada izin lokasi, lokasi ini terkait Bupati. Lokasi terkait di kawasan hutan lindung yang tidak direkomendasikan, tapi dia ingin investasi di situ. Artinya, ingin memotong secara pintas dengan melanggar peraturan. Baru yang ketika ijin pemanfaatan penggunaan tanah. Terakhir, IMB, RDTR." pungkas Yayat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau