Kebijakan itu berupa pemberian diskon pajak bumi dan bangunan (PBB) sampai 50 persen kepada swasta yang menyerahkan lahan kosongnya untuk dimanfaatkan menjadi ruang terbuka hijau (RTH).
Di sisi lain, apabila lahan kosong itu dibiarkan tanpa dimanfaatkan, maka akan dikenakan PBB dua kali lipat.
Ketentuan tersebut tercantum dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 41 Tahun 2019 tentang Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi atas Objek Pajak Bangunan Berupa Rumah untuk Tahun Pajak 2019.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Jenderal DPP REI Paulus Totok Lusida berpendapat, kebijakan tersebut harus dijelaskan secara rinci mengenai tujuan dan manfaatnya.
Bila perlu, harus digelar forum group discussion (FGD) untuk membahasnya lebih mendalam.
"Detailnya seperti apa, perlu ada FGD untuk mendiskusikannya. Membahas manfaat dan tujuannya," ucap Totok kepada Kompas.com, Rabu (24/4/2019).
Totok menegaskan, dalam Pergub itu seharusnya dijelaskan masa berlaku program tersebut. Dari situ bisa diketahui arah kebijakannya.
"Program itu untuk berapa lama. Ini enggak jelas ke mana arahnya. Kalau hanya setahun, kriterianya belum jelas," ujarnya.
Totok pun mempertanyakan tindakan Pemprov DKI seandainya pemilik tanah kosong yang telah memberikan lahannya untuk RTH kemudian akan menggunakannya untuk dibangun.
Seharusnya ada jaminan dari pemerintah kepada pemilik tanah bahwa setelah periode tertentu bisa mendirikan bangunan di atas lahannya.
"Kalau mau dibangun jadi tanggung jawab siapa? Kalau terus-terusan jadi RTH enggak bisa juga, kan dulu belinya mahal. Harus ada jaminan nanti misalnya perizinan dipercepat," kata Totok.
https://properti.kompas.com/read/2019/04/24/150407621/pengembang-anggap-diskon-pbb-lahan-kosong-untuk-rth-tidak-jelas