Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kota, Warga, dan Perangai Urban

Dalam rendevouz dengan New York dan Miami, kali ini saya tergelitik untuk membandingkan pola laku warga mega cities dunia dan kota kecil masa kini.

Sambil memotong daging medium-rare lembut khas Peter Lugger, sebuah restoran berbintang Michelin 1 membuat pikiran ini terangsang untuk mendalami perangai warga sebagai bagian tak terpisahkan dari dinamika sebuah kota.

Bagi penduduk kota ataupun pendatang, berjalan di belantara beton adalah seni tersendiri. Untuk tidak tersesat di hutan beton, bahkan teknologi GPS dan peta real time pun terus disempurnakan untuk membantu manusia bergerak di dalam kota.

Berjalan menyusuri petak-petak blok bangunan pada pola grid The Big Apple dari Soho di Lower Manhattan sampai ke West Central Park, tak kurang sepanjang 6.5 kilometer, seseorang bisa berjalan tanpa mudah tersesat.

Walaupun kota ini semakin penat dan tua, namun banyak peremajaan kota di New York berjalan dengan progresif, mewarnai kota lebih hidup dan relevan.

Kawasan-kawasan ini tumbuh menjadi landmark, seperti di Soho atau South of Houston Street, yang mulai oleh perencana kota Chester Rapkin.

Dialah yang memulai memakai penamaan kawasan peremajaan Tribeca (Triangle Below Canal street), NoMad (North of Madisson Square), Dumbo (Down Under the Manhattan Bridge Overpass) dan lain lain. 

Soho menjadi ikon kota New York sebagai kawasan bagi golongan muda kreatif, dipenuhi dengan berbagai atraksi kuliner restoran kelas atas yang antriannya mengular, seperti Balthazar, Nobu, Roul, Le Cou Cou.

Bagian kota dengan luas 26 blok dan 500 bangunan lebih ini sangat mempesona dengan elemen cast iron di bangunan dan batu-batu paving jalanan dari Belgian stones, yang sejak 1973 ditetapkan sebagai kawasan bersejarah.

Peremajaan bagian kota seperti Battery Park, Soho menjadi perhatian utama sejak Bloomberg menjadi Walikota. Ketua Komisi Perencanaan dan Chief Planners nya, Amanda Burden, menjadikan kota dunia ini bertambah pesonanya, karena semakin berwawasan skala ruang manusia.

Masih banyak lagi peremajaan dilakukan di kota ini. Yang menarik adalah, tumbuhnya landmark semakin vibrant, membuat orientasi manusia di kota pun semakin mudah.

Lain di kota-kota dimana sistem grid hampir tidak dikenal, seperti Jakarta. Kecuali sebagian kawasan kota tua,  Menteng dan Kebayoran Baru, jalan-jalan kita berkelok-kelok mengikuti kontur dan obstacle.

Akibatnya, warga terbiasa menghafal jalanan yang kompleks, tanpa ada sitematisasi grid. Apalagi, hampir tidak ada peremajaan kota yang signifikan, karena memang rencana tata ruang kota yang tidak mengemas itu.

Yang menarik, masyarakat yang terbiasa dengan menghafal jalan-jalan yang berkelok dan rumit, malah cenderung bingung ketika harua melewati kawasan grid.

Warga pun tersesat, dalam kesederhanaan desain.

Kota yang compang camping

Fenomana lain kota kita adalah polusi visual. Kebanyakan kota-kota Indonesia sangat riuh rendah dan kacau balau akibat polusi visual karena billboard luar ruang dan papan-papan iklan. Hampir tidak ada satupun kota kita yang mampu mengatur ini. 

Boca Raton, Florida. Kota kecil seperti kecamatan ini bersebelahan dengan West Palm Beach dan Fort Lauderdale.

Boca Raton salah satu tempat terkaya di AS, dan 3 dari 10 real estate termahal di AS berlokasi disini. Kota ini bagian dari Metro Miami yang hampir 6 juta orang.

Sambil jogging berkeliling melalui resort dan perumahan warga, melayang-layang pikiran ini, membandingkan dengan kota yang saya tahu.

Boca Raton dirancang oleh  arsitek Adisson Mizner tahun 1924. Dia kemudian menjadi Kepala Dinas Tata kotanya, seperti Burden di masa kini. Kota ini menjadi pusat IBM pada dekade 1970-an, dan ditempat ini ditemukan PC IBM.

Sampai sekarang, kota ini mempunyai kode dan aturan yang sangat ketat tentang billboard atau papan reklame. Di kota ini dilarang ada billboard, tidak satupun. Satu-satunya, hanya peninggalan jaman perang saudara, cuma satu.

Perusahaan dan pebisnis banyak yg mencoba mengubah aturan tersebut, tapi rakyat dan DPRD-nya sampai sekarang tidak memberi izin. 

Hasilnya, kota kecil yang cantik, dan nyaman. Kita seperti berjalan di taman, menuju ke laut, dengan pemandangan terbuka dan tanpa sakit mata oleh sampah visual dari billboard. Segar. Sehat rasa nya.

Betapa, saya merindukan pemandangan bebas polusi visual. Betapa nyamannya, kita dihargai, karena hak kita dijamin oleh pemerintah.

Padahal, kota Boca Raton terkenal sebagai tempat tinggal pensiunan mafia-mafia New York, Philadelphia, New Orleans.

Ruang fisik dibantai habis oleh polusi visual yang seringkali melecehkan intelektualitas dan rasa nyaman kita.

Semboyan-semboyan kota penuh kata arif, agamis dan manusiawi, dipadu padan dengan foto-foto manusia yang tampak santun dan baik hati.

Namun semuanya diekspresikan melalui papan raksasa tanpa konsep, selain hanya untuk menyakiti mata warga yang melihatnya!

Hari ini saya beruntung melihat 2 paradoks yang mencerahkan. Mafia kejam, kota nya manusiawi dan indah. Tapi yang semboyan kotanya santun, kotanya compang camping. Alas.

https://properti.kompas.com/read/2018/05/04/100434521/kota-warga-dan-perangai-urban

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke