Setidaknya, kondisi tersebut dialami PT Holcim Indonesia Tbk, yang menunjukkan kemerosotan penjualan bersih.
Bila pada 2016, penjualan bersih perusahaan mencapai Rp 9,45 triliun, maka tahun 2017 merosot menjadi Rp 9,38 triliun.
Sementara itu, tekanan harga berimbas pada penurunan EBITDA. Holcim mencatat kerugian Rp 758 miliar karena situasi yang pasar yang sulit, tekanan harga dan kewajiban-kewajiban keuangan Perusahaan.
Berdasarkan keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Rabu (25/4/2018), unit bisnis agregat dan beton jadi mencatat pertumbuhan penjualan yang cukup kuat. Agregat tumbuh 33,84 persen dari Rp 107,49 miliar pada 2016 menjadi Rp 143,87 miliar pada 2017.
Sementara, layanan konstruksi lainnya tumbuh lebih dari dua kali lipat dari Rp 186,48 miliar pada 2016 menjadi Rp 384,25 miliar pada tahun lalu.
Upaya optimalisasi dan efisiensi yang dilakukan perusahaan asal Swiss ini berpengaruh terhadap peningkatan operasional sebesar 6,3 persen dari Rp 2016 miliar pada 2016 menjadi Rp 219 miliar pada 2017.
Asosiasi Semen Indonesia (ASI) melaporkan total penjualan semen di Indonesia pada tahun 2017 mencapai 69,2 juta ton.
Angka ini meningkat 9,5 persen jika dibandingkan dengan data pada tahun 2016 yang hanya mencapai 63,2 juta ton.
Dari jumlah total penjualan, konsumsi untuk domestik mencapai 66,3 juta ton, meningkat 7,6 persen dari pencapaian tahun lalu sebesar 61,6 juta ton.
https://properti.kompas.com/read/2018/04/26/130000421/kinerja-2017-holcim-indonesia-melorot-