Beberapa waktu lalu, 14 kasus kecelakaan kerja terjadi dalam kurun waktu tujuh bulan. Pemerintah pun mengambil sikap tegas dengan menghentikan sementara proyek konstruksi yang memiliki struktur layang.
Sekretaris Umum BPD Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (GAPENSI) Erwin Princen Sihite mengatakan, dalam sejumlah proyek konstruksi yang digarap perusahaan pelat merah sering kali didapati pekerja yang mengabaikan keselamatan.
"Semua yang kemarin mengalami kecelakaan kerja itu semua sudah memiliki sertifikat K3 yang dikeluarkan Kementerian Tenaga Kerja. Semestinya ketika mereka mengajukan sertifikat K3 tadi, mereka sudah diaudit tentang SOP, keselamatan, dan keamanan kerja," kata Erwin di Jakarta, Rabu (7/3/2018).
Pengabaian itu, misalnya, enggan menggunakan tali keamanan ketika naik ke lantai dua konstruksi. Alasannya, para pekerja ingin agar mereka dapat lebih cepat sampai di lokasi tempat kerja. Sebab, ketika mereka harus menggunakan tali keamanan, maka butuh waktu lebih lama untuk memasangnya.
"Problemnya ada di orang kita, mau cepet," sambung Erwin.
Instruksi keselamatan kerja, kata dia, sebenarnya sudah sering disampaikan pengawas K3 kepada setiap pekerja, sebelum memulai pekerjaan pada pagi hari. Demikian halnya savety talk atau janji untuk mematuhi prosedur keamanan dan keselamatan kerja.
Namun, jumlah pengawas yang terbatas, tidak sebanding dengan jumlah pekerja yang diawasi. Akibatnya, pengawasan pun menjadi lemah. Dalam setiap proyek infrastruktur, menurut Erwin, tidak lebih dari 50 orang yang dipekerjakan sebagai tenaga pengawas.
"Tapi itu hanya terkadang, walaupun enggak selalu (kontraktor pelat merah). Paginya dilakukan savety talk, siangnya habis makan siang jadi lupa, makim malem makin lupa," tutupnya.
https://properti.kompas.com/read/2018/03/07/233000421/kesadaran-pekerja-konstruksi-terkait-k3-masih-rendah