Kenaikan tersebut dirasakan para pengembang yang bergerak di sektor hunian murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Mau tak mau, mereka pun harus bergeser ke daerah yang lebih pinggir agar memperoleh harga tanah yang relatif terjangkau.
"Lama-lama makin kecil sekali kemampuan pengembang rumah murah itu untuk membangun sektor rumah murah. Atau kalau mau membangun akan menjauh dari pusat kota," kata Wakil Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia (REI) Hari Ganie dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (21/11/2017).
Untuk mengatasi persoalan tersebut, ia mengusulkan, pemerintah membuat aturan zonasi khusus bagi rumah murah yang diatur di dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
Hal ini perlu dilakukan guna memberikan keberpihakan kepada pengembang rumah murah dan masyarakat.
Pasalnya, selama ini kendala utama pengembangan rumah murah, selain persoalan izin, juga soal rendahnya infrastruktur serta akses ke transportasi publik.
"Sehingga kalau itu bisa ada zonasi khusus, enggak bisa lagi itu kalau di sana diperuntukkan bagi rumah murah lalu dibangun rumah komersial," kata Hari.
Dengan zonasi khusus itu juga, pengembang besar yang semula berencana membangun kawasan hunian komersial, tidak dapat semena-mena merealisasikannya.
"Dia punya tanah di situ percuma, dia tidak bisa bangun komersial. Dia hanya bisa bangun rumah subsidi," tuntasnya.
Untuk diketahui, dari sekitar 3.400 pengembang yang tergabung di dalam REI, 80 persen diantaranya merupakan pengembang yang bergerak di sektor hunian murah yang diperuntukkan bagi MBR.
https://properti.kompas.com/read/2017/11/22/091151721/harga-tanah-terus-melambung-rei-usulkan-zonasi-rumah-murah