JAKARTA, KOMPAS.com - Reklamasi Teluk Jakarta masih menjadi polemik mengingat belum ada putusan resmi dari Komite Bersama terkait kelanjutannya.
Izin analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) juga masih menjadi poin yang terus dibicarakan lantaran hingga kini prosesnya tak sesuai dengan ketentuan.
Amdal Reklamasi Teluk Jakarta masih parsial. Itu artinya amdal dibuat secara pulau per pulau bukan secara regional, sesuai dengan permintaan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
"Ini Amdalnya dipotong dan semestinya kajian seperti Amdal ini tidak bisa dipotong, harus menyeluruh," kata Mantan Direktur KLHK, Dodo Sambodo, di Jakarta, Rabu (22/6/2016).
Izin Amdal menyeluruh tersebut tak lepas dari keadaan bahwa reklamasi Teluk Jakarta tidak hanya memiliki dampak di daerah itu saja, melainkan juga ke wilayah Banten dan Jawa Barat.
Menurut Dodo hal itu semestinya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, bukan malah dilepas ke pemerintah provinsi DKI Jakarta seperti saat ini.
Jika tetap dibuat izin Amdal parsial maka dampak menyeluruh dari reklamasi Teluk Jakarta tak bisa terlihat.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) bahkan menilai izin Amdal parsial sebagai bentuk pengkhianatan terhadap komitmen pelestarian dan perlindungan lingkungan hidup.
Pengkajian Amdal secara parsial menyebabkan dampak penting secara nasional tidak akan terlihat.
"Dampak penting secara regional pun tereduksi menjadi dampak tidak penting yang menyebabkan perhatian pengembang terhadap dampak tersebut menjadi kecil bahkan diabaikan," ucap Direktur Eksekutif Walhi DKI Jakarta, Puput TD Putra, kepada Kompas.com, beberapa waktu lalu.
Baca: Reklamasi Teluk Jakarta Harus Punya Izin Amdal Regional Terpadu
Dodo menilai izin Amdal yang ada saat ini hanya berupa 'amdal-amdalan' karena tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Hal itu ia katakan lantaran tak ada satupun guru besar disiplin ilmu terkait yang dilibatkan dalam pembuatan izin Amdal.
"Dulu ketika saya masih menjabat di KLHK, izin Amdal reklamasi itu ditentukan sekaligus ditolak oleh 10 guru besar karena secara ilmiah hanya akan menimbulkan kerugian dari berbagai aspek," tandas dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.