Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Digusur ke Rusun, Nelayan Malah Tidak Bisa Melaut

Kompas.com - 22/05/2016, 12:50 WIB
Arimbi Ramadhiani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pembongkaran atau penggusuran dinilai bukan solusi untuk mengatasi kekumuhan. Memindahkan masyarakat, khususnya nelayan dari kampung kumuh ke sebuah rumah susun akan menimbulkan masalah baru.

"Nelayan dipindah ke Rawa Bebek yang 28 kilometer jaraknya dari tempatnya melaut. Orang kan tidak bisa langsung disuruh berpindah pekerjaan. Lagipula kita tetap butuh nelayan untuk mendatangkan ikan," ujar arsitek sekaligus perencana kota dari Rujak Center for Urban Studies Marco Kusumawijaya, di Jakarta, Jumat (20/5/2016).

Alternatifnya, kata Marco, jika kampung nelayan dilihat sebagai kawasan yang kumuh, maka harus diperbaiki.

Konsekuensi yang didapat jika nelayan tidak bisa melaut, maka untuk mendatangkan ikan harus dari lokasi yang jauh.

Untuk dampak jangka panjang, hal tersebut bukan sesuatu yang baik. Pasalnya, mendapatkan ikan tidak lagi mudah dan murah seperti sekarang. Marco menilai, sebagai suatu metabolisme, kehidupan kota menjadi tidak sehat.

Selain itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tidak bisa asal mengklaim bahwa tanah yang digusur merupakan tanah negara.

Secara hukum, negara mengakui berbagai bentuk hak tanah yang dimiliki warga, mulai dari girik sampai milik.

"Tidak berarti hanya hak milik (yang diakui), semua diakui, memang dengan nilai yang berbeda," kata Marco.

Terlepas dari masyarakat yang tidak pernah membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) misalnya, jika pemerintah mau menggusur, harus meminta izin dahulu melalui pengadilan.

Hal ini, menurut Marco, untuk membuktikan pemerintah memang butuh tanah itu lebih dari masyarakat membutuhkannya.

Rusun lebih baik?

Dengan cara kerja yang mudah menggusur seperti ini, lanjut dia, maka pemerintah dianggap menyalahi prosedur.

Seperti diketahui, dalam satu lahan, ada hak berbeda-beda sehingga perlu penggantian kerugian yang berbeda-beda.

Mengusur, menurut Marco, sama saja memiskinkan masyarakat. Pemerintah tidak bisa mengklaim bahwa masyarakat pindah ke tempat yang lebih baik.

"Pengertian yang lebih baik itu apa? Seharusnya bukan karena bangunannya lebih bagus saja, tapi apakah lokasinya sesuai dengan tempat dia bekerja dan sesuai kebutuhan," jelas Marco.

Lebih lanjut, ia juga menambahkan, pemerintah tidak boleh alpa bahwa rumah yang digusur ini mungkin tabungan warga selama seumur hidup.

Meskipun kumuh, tapi membangunnya pun menggunakan uang. Jadi, rumah ini menjadi aset yang sangat penting.

Masyarakat tinggal dan besar di sana. Tempat ini juga menjadi area berdagang dan bersosialisasi. Dalam arti lain, ada sejarah dan perjalanan panjang yang mungkin menghabiskan waktu bertahun-tahun bagi warga.

Sementara pemerintah hanya menggusur dalam kurun waktu beberapa jam saja.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Situbondo: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Situbondo: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Jombang: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Jombang: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Pulang Dinas dari AS, AHY Sayangkan Investor Kabur karena Masalah Tanah

Pulang Dinas dari AS, AHY Sayangkan Investor Kabur karena Masalah Tanah

Berita
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Sampang: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Sampang: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Trenggalek: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Trenggalek: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Sumenep: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Sumenep: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Bondowoso: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Bondowoso: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kota Kediri: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kota Kediri: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Tulungagung: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Tulungagung: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Gresik: Pilihan Hunian Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Gresik: Pilihan Hunian Ekonomis

Perumahan
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Kediri: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Kediri: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Probolinggo: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Probolinggo: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Seram Bagian Timur: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Seram Bagian Timur: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Bangkalan: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Bangkalan: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Magetan: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Magetan: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com