JAKARTA, KOMPAS.com - Sejak dibentuk pada Oktober 2014 lalu, program unggulan yang diciptakan Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) adalah "Reforma Agraria".
Pelaksanaan program ini mengacu pada UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dan Ketetapan MPR Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.
Aturan ini diperbarui dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Telantar.
Menteri ATR/BPN Ferry Mursyidan Baldan mengatakan, program ini adalah untuk memberi kepastian hak atas tanah, bukan bagi-bagi tanah atau sertifikat.
"Reforma Agraria bukanlah sebuah program bagi-bagi tanah, tapi memang muaranya agar lahan masyarakat terdistribusi," ujar Ferry di di acara Penyerahan Sertifikat Hak Milik untuk Petani Badega, Garut, Jawa Barat, Rabu (13/4/2016).
Reforma agraria adalah kebijakan yang harus dilakukan negara. Hal ini merupakan visi Joko Widodo dan Jusuf Kalla yang menegaskan bahwa kemanfaatan tanah sebagai kemakmuran dan ketentraman masyarakat.
Program ini masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yaitu redistribusi lahan seluas 18 juta bidang atau 9 juta hektar yang bertujuan memberikan kepastian hak atas tanah pada masyarakat miskin.
Bidang tanah tersebut berasal dari kawasan hutan 4,1 juta hektar, legalisasi aset seluas 3,9 hektar, tanah transmigrasi yang belum bersertipikat seluas 0,6 juta hektar dan lahan bekas tanah Hak Guna Usaha (HGU) yang habis masa berlakunya atau tanah terlantar seluas 4,1 juta hektar.
Saat ini, Kementerian ATR/BPN menyerahkan lahan seluas 383 hektar kepada petani Badega, Garut, Jawa Barat, melalui program Reforma Agraria.
Lahan dengan status Sertifikat hak milik (SHM) tersebut diserahkan kepada 1.250 kepala keluarga petani.
"Kita membatasi bahwa tanah tidak boleh dijual dengan alasan apapun dalam 10 tahun pertama. Jika ketahuan dijual, kita ambil kembali dan kita berikan kepada yang lain, yang memang butuh tanah di tempat itu," jelas Ferry.
Tanah ini, tambah dia, baru boleh dijual di tahun ke-11. Namun, penerimanya harus yang berada dalam kelompok penerima sertifikat hari yang sama. Hal ini dengan tujuan agar kemanfaatan tanah tidak hilang ke pihak yang lain.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.