JAKARTA, KOMPAS.com - Reklamasi baik yang akan dilakukan di Jakarta, Makassar, maupun Teluk Benoa, Bali, masih menjadi kontroversi. Pembuatan pulau rekayasa ini terus memicu aksi demonstrasi.
Intensitas penolakan, terutama oleh masyarakat Bali di Teluk Benoa, seyogyanya jangan diabaikan. Sebaliknya, pemerintah harus mengakomodasi permintaan masyarakat dan mencari solusi terhadap pembangunan reklamasi tersebut.
"Pemerintah tidak boleh tutup mata atas penolakan reklamasi di pesisir Bali itu. Pemerintah harus perhatikan demonstrasi dan sebagainya," ujar Wakil Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Perencanaan Elkana Catur, kepada Kompas.com, Sabtu (26/3/216).
Penolakan pembangunan reklamasi yang diinisiasi grup Artha Graha, yakni PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) ini, setidaknya sudah terjadi selama tiga tahun terakhir.
Menurut Elkana, pemerintah harus mengkaji kembali tujuan perizinan reklamasi Teluk Benoa. Apalagi, jika tujuannya hanya semata-mata untuk kepentingan kelompok tertentu.
Setiap kebijakan pemerintah, baik itu pemerintah pusat atau daerah, kata Elkana, haruslah menjunjung kebermanfaatan kepentingan umum atau masyarakat yang lebih luas.
Membangun reklamasi, haruslah disertai dengan kajian yang lengkap terutama dampaknya terhadap lingkungan atau masyarakat.
"Apa sih yang menjadi masalah, apa yang harus diperhatikan, kenapa reklamasi ditolak? Harusnya jadi indikasi, mungkin ada sesuatu yang salah," jelas Elkana.
Ia menyarankan, pemerintah mengkaji kembali atas wacana reklamasi Teluk Benoa. Pasalnya, pilihan penambahan lahan di Teluk Benoa bisa berpengaruh terhadap masyarakat, khususnya nelayan dan area konservasi.
Menurut Elkana, pemerintah atau pihak-pihak pengembang, tidak bisa membentengi diri dengan berpegangan pada kajian-kajian yang sudah ada.
"Bukan hanya ada izin dan kajian, tapi ada hal-hal seperti budaya yang jadi pertimbangan. Ketika penolakan tinggi, pemerintah perlu melihat kembali. Jangan nanti dibangun, masyarakat Bali tidak melihat manfaat paling besar," tandas Elkana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.