JAKARTA, KOMPAS.com - Associate Director Research Colliers International Indonesia, Ferry Salanto, mengungkapkan empat alasan utama mengapa membeli properti harus dilakukan sekarang.
Menurut Ferry, tahun ini pertumbuhan ekonomi diprediksi bakal berada pada level di atas lima hingga enam persen. Pertumbuhan ekonomi ini sangat erat korelasinya dengan sektor properti.
"Saat pertumbuhan ekonomi tahun lalu hanya 4,8 persen, sektor poperti pun ikut melambat. Sebaliknya tahun 2013, saat ekonomi tumbuh di atas 5 persen, properti mengalami ledakan (booming) luar biasa," tutur Ferry kepada Kompas.com, sebelum paparan Property Outlook 2016, di kantor pemasaran BRANZ Simatupang, Jakarta, Minggu (28/2/2016).
Properti juga dipengaruhi oleh tingkat inflasi yang bisa dijaga pada kisaran 4 persen hingga lima persen, serta tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang terus menurun menjadi tujuh persen, serta nilai tukar Rupiah yang stabil pada posisi Rp 13.700 per 1 dollar AS.
Ferry memaparkan, indikator-indikator tersebut cukup membuat sektor properti bangkit kembali. Terlebih, para ekonom memperkirakan BI akan kembali menurunkan suku bunga acuan menjadi hanya 6,5 persen saja pada kuartal kedua 2016.
"Suku bunga rendah hanya satu digit memang sangat diharapkan para pelaku usaha properti. Sementara stabilitas Rupiah dan inflasi sangat signifikan pengaruhnya terhadap kelangsungan pembangunan proyek properti," papar Ferry.
Ketika itu semua terjadi, kata Ferry, permintaan properti akan meningkat dan kembali rebound untuk menuju tinggal landas. Saat itulah momentum yang tepat untuk membeli, investasi, dan membangun properti.
Lebih dari itu, kata Ferry, ada tiga alasan utama dan mendasar yang bisa menajdi pertimbangan konsumen, dan mengapa harus membeli serta investasi properti tahun 2016 ini.
Pertama adalah pasar properti sudah berada pada siklus paling dasar atau titik terendah pada 2015 lalu. Nah, tahun ini justru menjadi momentum kebangkitan.
Kedua, saat ini bisa disebut sebagai pasar penyewa atau pembeli (buyer's or tenant's market). Pasar pembeli artinya banyak orang yang membutuhkan uang.
Fenomena tersebut disebabkan uang yang beredar di masyarakat sedikit. Tingginya tingkat inflasi dan suku bunga juga mendorong konsumen dan investor menunda pembelian.
Akibatnya penjualan properti mengalami penurunan tajam hingga 30 persen. Wajar jika akhirnya, harga properti yang ditawarkan sangat kompetitif, karena terkoreksi.
Ketiga, lanjut Ferry, adalah berkembangnya tren transit oriented development (TOD). ini merupakan konsep pengembangan properti yang terintegrasi dengan jaringan transportasi publik.
"Properti-properti seperti ini, yang nge-link dengan mass rapid transit (MRT) atau light rail transit (LRT) punya potensi mengalami pertumbuhan harga gila-gilaan," cetus Ferry.
Nah, properti tersebut saat ini masih dalam tahap awal pembangunan dengan harga kompetitif. Seiring dengan penyelesaian proyek infrastruktur MRT dan LRT pada 2018 mendatang, properti berkonsep TOD ini akan menuai manfaat daari lonjakan harga tinggi.
"Belilah properti pada saat progres pembangunan masih dalam tahap awal atau ground breaking," imbuh Ferry.
Namun, yang tak kalah penting adalah sebelum memutuskan membeli properti, perhatikan rekam jejak, reputasi, dan kemampuan finansial pengembangnya.
Pilihlah pengembang terkemuka yang menawarkan konsep kuat, lokasi strategis, dan pasar sekunder atau sewa yang juga kuat.
Misalnya di koridor Simatupang, Kemang, dan Pondok Indah, yang sarat dengan para ekspatriat yang merupakan pasar sewa potensial.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.