JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana pemerintah yang akan menerapkan pembatasan harga rumah komersial ditentang pengembang.
Bahkan, Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Eddy Ganefo, menganggap pemerintah ngawur.
Ketidaksetujuan lain diutarakan Komisaris PT Hanson International Tbk Tanto Kurniawan. Menurut dia, pemerintah tidak mungkin dan mustahil dibatasi, karena harga tanah di dalam satu wilayah saja bisa berbeda-beda.
"Bagaimana mungkin Dirjen ini (Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Maurin Sitorus) bisa menentukan harga sementara nilai lahan berbeda-beda. Belum lagi kualitas dan fasilitas yang berbeda pula," tutur Tanto kepada Kompas.com, Minggu (21/2/2016).
Pada dasarnya, kata Tanto, konsumen mencari instrumen untuk penempatan uangnya melalui investasi properti. Pertimbangan mereka, lokasi, fasilitas, dan reputasi pengembang. (Baca: Pemerintah Akan Batasi Harga Rumah Komersial)
Di lokasi yang sama saja, Tanto menggambarkan, harga ruang kantor International Financial Center milik Keppel Land bisa berbeda dengan harga ruang kantor yang sedang dibangun oleh Dua Mutiara Group milik Tan Kian.
"Fasilitas yang lengkap di dalam gedung akan menambah harga jual. Itu kita bicara di Jalan Sudirmanm Jakarta Pusat dan bangunannya berjarak hanya 50 meter," tutur Tanto.
Demikian halnya dengan pengembangan skala lebih besar seperti kawasan Pondok Indah yang dibesut PT Metropolitan Kentjana Tbk, juga berbeda dengan Gandaria City yang dibangun oleh Pakuwon Group.
Begitu pula di BSD City. Terdapat perbedaan harga antara Branz yang merupakan kolaborasi Sinarmas Land dengan Tokyu Land Indonesia dan Nava Park hasil kerjasama Sinarmas Land dan Hongkong Land.
"Jadi bagaimana pemerintah mau bikin harga patokan yang sama? Mustahil sekali," sebut Tanto.
Tutup Izin Lokasi Baru
Untuk apa pemerintah "mengotori" tangan mereka jika pada akhirnya mekanisme pasar yang akan menentukan.
Lain halnya dengan China, pada saat harga properti meroket terus, yang mereka lakukan adalah menutup proses pemberian izin lokasi baru yang akan membuat pengembang tertentu saja yang menguasai land bank yang besar.
Di sini masalahnya adalah justru bagaimana pemerintah mendorong para pengembang untuk aktif menopang program pemerintah dalam penyediaan rumah murah.
Penguasaan lahan besar oleh pengembang seperti ini malah didukung mengingat program ini tidak sepenuhnya bisa dilakukan oleh pemerintah dan perusahaan-perusahaan BUMN.
"Lontaran wacana penetapan plafon harga terkesan hanya pengalihan isu pemerintah yang gagal dalam penyediaan satu juta rumah murah," sindir Tanto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.