JAKARTA, KOMPAS.com - Melansir data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur, selama Januari-September 2015, sedikitnya ada 15 konflik sumber daya alam, terkait imbas alih fungsi lahan untuk pertambangan, dan industri.
Konflik yang dipicu alih fungsi lahan tersebut antara lain terjadi di Banyuwangi, Lumajang, dan Malang. Yang terbaru adalah kasus pengeroyokan terhadap Salim, petani asal Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian, Lumajang, pada Minggu (27/9/2015). Salim menjadi korban tewas dalam pengeroyokan terkait penolakan tambang pasir di Desa Selok Awar-awar.
Adanya konflik tersebut menggambarkan bahwa pembentukan Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) oleh Presiden Joko Widodo pada Oktober 2014 silam, belum memberikan solusi yang berarti di bidang pertanahan.
Bahkan, menurut Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin, kementerian ini gagal menyelesaikan konflik agraria.
"Masalah tanah itu macam-macam, ada masalah dengan dimensi politik dan sosial yang luas seperti Mesuji. Itu melibatkan banyak orang, tapi pemerintah tidak bisa menyelesaikan konflik," ujar Iwan kepada Kompas.com, Senin (28/9/2015).
Program yang ada, kata Iwan, antara lain hanya sebatas loket pendaftaran pertanahan di mal dan mempekerjakan pegawai pada hari Sabtu. Menurut dia, kementerian ini tidak banyak berbeda dari kementerian sebelumnya yang hanya bertindak sebagai administrator pertanahan.
"Seperti BPN sebelumnya hanya fokus menghasilkan produk sertifikat. Ini belum berubah paradigmanya. Programnya masih semacam itu, bagi-bagi sertifikat," jelas Iwan.
Sementara terkait konflik agraria, lanjut Iwan, pemerintah belum menempatkannya sebagai prioritas. Dia pun mengkritik Menteri ATR/BPN Ferry Mursyidan Baldan yang mengajak marinir dan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) untuk membantu inventarisasi tanah konflik.
Kementerian ATR/BPN, tegas Iwan, dibentuk supaya bisa mengatur secara lintas sektoral terkait masalah agraria yang tumpang tindih. Sayangnya, hal ini belum juga terlihat saat memasuki satu tahun pembentukannya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.