Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Bedanya Aturan Membangun Properti di Inggris dan Indonesia

Kompas.com - 27/08/2015, 22:39 WIB
Arimbi Ramadhiani

Penulis

BRADFORD, KOMPAS.com - Di Indonesia, siapapun bisa menjadi pengembang. Asal punya modal, mengerti atau tidak soal properti tidak penting. Rendahnya pengawasan ini, mengakibatkan banyak proyek-proyek perumahan berskala sangat kecil di beberapa daerah.

Karena belum paham betul soal bisnis properti, banyak pengembang kecil yang "kaget" menerima uang muka dalam jumlah besar. "Sudah keenakan dapat uang down payment (DP), eh uangnya dipake beli mobil. Saat bisnisnya bangkrut, DP konsumen tidak dikembalikan," ujar Director Era Vigo, Riduan Goh kepada Kompas.com, Kamis (26/8/2015).

Hal ini, kata Riduan, sering ia temukan di lapangan. Begitu pula dengan agen propertinya. Kebanyakan, hanya bermodal memasang banner iklan properti. Sementara pengetahuan agen tentang bisnis properti, sangat kurang. Para agen ini hanya perlu mengantarkan calon pembeli kepada komisi.

Adapun di Inggris, menurut CEO Golden Sands Development Dato Amir, tidak bisa semudah itu menjadi pengembang dan membangun rumah atau apartemen. Pasalnya, peraturan untuk membangun gedung di negara kerajaan ini sangat ketat.

"Saya dengar kalau di sini tidak ada perlindungan. Kalau pengembang bangkrut, uang konsumen hilang. Di Inggris, uang konsumen dilindungi hukum melalui asuransi pengacara," jelas Amir.

Hukum untuk pengembang di Inggris sangat ketat. Prosesnya memang hampir sama dengan di Indonesia, yaitu saat meluncurkan proyek, pengembang harus meminta persetujuan. Di Inggris, prosesnya memakan waktu 3-6 bulan. Namun begitu, pengembang dituntut lebih detail yakni harus memberikan rencana induk dan rencana detail antara lain gedung, arsitektur, lantai, sanitasi, dan keamanan.

Salah satu detail yang tidak ada di Indonesia adalah accoustic report. Laporan ini berisi studi kelayakan besarnya suara yang diterima seorang penghuni di dalam unit, misalnya dengan material peredam suara, seberapa efektif meredam kebisingan di satu unit. Selain itu, bangunan di Inggris juga harus melewati tes kelayakan akses transportasi. Artinya, pengembang harus memikirkan berapa banyak penghuni di dalam gedung dan bagaimana mereka bisa mengakses transportasi.

Tidak hanya itu, bangunan baru di Inggris harus mendapatkan heritage report. Laporan ini berisi apakah apartemen tersebut memengaruhi bangunan bersejarah di sekitarnya. Total laporan yang perlu diserahkan oleh pengembang, kata Amir, berjumlah 11 laporan. Setiap laporan memiliki studi tersendiri. Jika tidak sesuai dengan ketentuan, tambah dia, rencana pembangunan harus ditinjau ulang dan diperbaiki.

"Setelah sudah jadi, kontrol bangunan juga sangat ketat. Petugas akan menginspeksi gedung setiap bulan," jelas Amir.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com