JAKARTA, KOMPAS.com - Mahalnya harga barang, termasuk material bangunan di Provinsi Papua, dan Papua Barat, mendorong Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyiapkan tiga skenario.
Tiga skenario tersebut adalah pertama mempercepat ketersediaan infrastruktur dasar wilayah. Skenario kedua, mendekatkan sentra-sentra produksi berpola hilirisasi pertanian, kehutanan dan pertambangan. Skenario ketiga merumuskan regulasi yang bersifat afirmatif dalam pembangunan infrastruktur di Pulau Papua, khususnya wilayah Pegunungan Tengah.
Dalam konteks skenario pertama, Kementerian PUPR mempercepat proyek-proyek infrastruktur berbasis kewilayahan sebagai tulang punggung ekonomi kota-kampung-kampung.
Guna merealisasikan komitmen itu, Kementerian PUPR mengalokasikan dana ke Papua dan Papua Barat untuk tahun anggaran (TA) 2015 senilai Rp 9,5 triliun dari sektor APBN Pusat dan Rp 3,9 triliun dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Infrastruktur.
"Dana ini digunakan untuk pembangunan jalan dan jembatan, air minum, sanitasi, pengairan, dan infrastruktur permukiman," ujar Kepala Biro Komunikasi Publik Kemeenterian PUPR, Velix Wanggai, dalam keterangan tertulis yang disampaikan kepada Kompas.com, Selasa (21/7/2015).
Sementara dalam konteks skenario kedua yakni strategi pembangunan infrastruktur guna mendukung sentra-sentra produksi pangan dan peternakan, sentra kawasan industri dan kawasan wisata.
Hal ini sesuai desain kewilayahan Pulau Papua, yang telah dirancang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019. Dalam 5 tahun ke depan, di Provinsi Papua akan ditetapkan 5 Kawasan Pengembangan Ekonomi (KPE) berbasis Wilayah Adat.
Lima KPE ini mencakup wilayah adat Saereri di Kepulauan Teluk Cenderawasih, wilayah adat Mamta di Kabupaten Mamberamo hingga Kota Jayapura, wilayah adat Me Pago di wilayah Pegunungan Tengah sisi barat, wilayah adat La Pago di Pegunungan Tengah sisi timur, dan wilayah adat Ha'anim di Kabupaten Merauke, Asmat, Mappi dan Boven Digul.
Sejalan dengan pendekatan wilayah adat ini, Kementerian PUPR menargetkan Jalan Trans-Papua yang menghubungkan lima KPE dalam tiga tahun.
Selain itu, reklamasi Rawa Kurik, pembangunan embung dan irigasi juga akan dipercepat guna mendukung Merauke sebagai lumbung pangan nasional di wilayah adat Ha-anim.
Sementara untuk Provinsi Papua Barat, Kementerian PUPR akan mempercepat akses jalan di Kawasan Industri Teluk Bintuni dan Kawasan Arar Sorong, peningkatan jalan ke kawasan peternakan di Bomberai Fakfak, maupun peningkatan kualitas jalan Manokwari-Bintuni dan kawasan Pegunungan Arfak.
Untuk konteks skenario ketiga, Kementerian PUPR merumuskan regulasi anggaran berpola tahun jamak (multi-years contract) guna mendukung percepatan pembangunan Trans-Papua. Dalam hal ini, pengusaha lokal diberikan kesempatan ikut serta dalam pelaksanaan proyek-proyek sesuai Perpres No. 84/2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Khusus di Wilayah Papua dan Papua Barat.
Demikian pula, regulasi Perpres No 2/2015 perihal RPJMN 2015-2019 telah meletakkan desain pengembangan infrastuktur wilayah Pulau Papua. Hal ini menjadi pedoman bagi Kementerian PUPR di dalam membangun wajah infrastruktur di Pulau Papua selama lima tahun ke depan.
"Kami harapkan, ketiga skenario ini dapat menurunkan harga dan menggerakan ekonomi regional Papua, sekaligus sebagai simbol hadirnya negara di kawasan-kawasan pinggiran di Tanah Air," tandas Velix.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.