Tak hanya sektor properti, sektor konstruksi pun di ibu kota Sulaesi Selatan ini pun mengalami lonjakan permintaan. Terutama permintaan yang berasal dari pengembangan perumahan, dan properti komersial macam pusat belanja, apartemen, pergudangan, dan perhotelan.
Demikian data terbaru Bank Indonesia (BI) atas Survey Harga Properti Residensial dan Perkembangan Properti Komersial selama triwulan pertama tahun 2015 yang dilansir pada Rabu (13/5/2015).
BI menyebut, harga rumah-rumah di Makassar mengalami lonjakan paling tinggi se-Indonesia yakni rerata 5,05 persen. Terutama untuk rumah tipe menengah dengan kenaikan harga sekitar 8,01 persen.
Secara tahunan, kinerja pertumbuhan harga rumah menengah di kota berjuluk "anging mamiri" tersebut pun tak kalah positif, meroket sekitar 22 persen. Demikian halnya dengan kinerja kenaikan harga rumah tipe kecil, dan tipe besar.
Untuk harga rumah tipe kecil, meski kalah tinggi ketimbang Batam yang melambung 9,15 persen, namun Makassar masih memperlihatkan geliat positif dengan kenaikan harga 3,70 persen secara triwulanan dan 16,12 persen secara tahunan dibanding periode yang sama tahun 2014 lalu.
Sedangkan harga rumah tipe besar, Makassar mencatat kenaikan 3,43 persen secara triwulanan dan 13,52 persen secara tahunan atau tertinggi di Indonesia.
Komersial
Kinerja meyakinkan juga diperlihatkan properti komersial. Menurut survey BI, hal tersebut terindikasi dari performa seluruh segmen properti komersial sewa di Makassar, selama kuartal pertama 2015 mengalami kenaikan tingkat hunian.
Kenaikan paling tinggi terjadi pada properti komersial ritel (pusat belanja) sebesar 5,77 persen yang dipicu meningkatkan permintaan di tengah pasokan yang relatif stabil. Demikian halnya dengan tarif sewa yang melejit 14,92 persen secara triwulanan menjadi Rp 449.047 per meter persegi per bulan.
Di sektor lahan industri, Makassar juga mengalami peningkatan penjualan sebesar 9,70 persen sejalan dengan tingginya pertumbuhan ekonomi dan realisasi investasi yang meningkat terutama untuk pengembangan pabrik, dan pergudangan.
Alhasil, harga lahan industri pun ikut melambung menjadi rerata Rp 1.625. 475 per meter persegi atau tumbuh 19,30 persen. Sedangkan di sektor apartemen, harga jual naik signifikan 3,01 persen menjadi rerata Rp 19,113 juta per meter persegi dengan tingkat penjualan 5,85 persen dari total pasokan 2.532 unit.
Memincut tiga raksasa
Hasil survey inilah yang memotivasi raksasa-raksas properti macam PT Lippo Karawaci Tbk, PT Agung Podomoro Land Tbk., dan PT Ciputra Surya Tbk., melirik Makassar sebagai wilayah ekspansi bisnis mereka di masa depan.
Ketiga entitas yang tercatat di Bursa Efek Indonesia tersebut, sama-sama tengah membesut pengembangan properti St Moritz Penthouse and Residences Makassar, superblok kota tepi pantai (waterfront city), dan Center Point of Indonesia.
Tak tanggung-tanggung, nilai investasi yang akan mereka benamkan mencapai puluhan triliun Rupiah. Pengembangan St Moritz Penthouse and Residences diprediksi bakal menelan dana sekitar Rp 3,5 triliun.
Angka lebih besar dihitung untuk megaproyek Center Point of Indonesia (CPI) yang di dalamnya terdapat CitraLand City Losari Makassar.
Direktur Utama PT Ciputra Surya Tbk, Harun Hajadi, mengungkapkan estimasi biaya pembangunan atau gross development value (GDV) CPI tersebut kepada Kompas.com, Jumat (15/5/2015).
"Nilai GDV tersebut di luar reklamasi. Untuk pembangunan reklamasinya saja kami perkirakan sekitar Rp 3,5 triliun," ujar Harun.
Sementara APLN belum menghitung nilai investasinya karena studi kelayakan, dan studi pasar proyek mereka yang berada di kawasan Tanjung Bunga, masih terus digodok. Demikian halnya dengan persiapan lahan.