Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bisnis Properti Bakal Terpuruk? Nanti Dulu...

Kompas.com - 04/05/2015, 20:45 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

SURABAYA, KOMPAS.com - Kendati asosiasi pengembang yang tergabung dalam DPP Real Estate Indonesia (REI) mencatat anjloknya penjualan selama kuartal I 2015 sebesar 50 persen, namun itu dianggap bukan representasi bisnis properti secara umum.

Angka penurunan 50 persen yang dilontarkan Ketua Umum DPP REI Eddy Hussy saat pembukaan "REI Expo 2015" Sabtu (2/5/2015) pun masih dipertanyakan. Apakah penurunan tersebut merujuk pada segmen bawah, menengah-bawah, menengah-menengah, menengah-atas, atau mewah.

Demikian halnya dengan jenis properti, apakah hunian tapak, apartemen, komersial perkantoran, atau pusat belanja strata, dan kawasan industri.

Beberapa pengembang dan praktisi bisnis properti justru mengungkapkan data sebaliknya, penjualan mengalami lonjakan tajam, pasca libur akhir tahun 2014. Bahkan, untuk produk-produk dengan ekspektasi normal pun, penjualan bisa melampaui target.

Direktur Keuangan, dan Sekretaris Perusahaan PT Pakuwon Jati Tbk., Minarto Basuki, menepis anggapan bisnis properti sedang terpuruk. Menurut dia, anjloknya penjualan tidak bisa digeneralisasi demikian sederhana.

"Memang terjadi perlambatan pada kuartal I 2015 jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Namun, penjualan tetap tumbuh. Buktinya perumahan Grand Pakuwon di Surabaya Barat, berkontribusi signifikan terhadap total pendapatan pengembangan (development revenue) perseroan senilai Rp 626 miliar," tutur Minarto kepada Kompas.com, Senin (4/5/2015).

Minarto melanjutkan, bisnis properti sangat lokal sifatnya. Tergantung pada region (daerah), spesifikasi produk, segmen pasar yang dibidik, serta ketepatan waktu rilis (timing).

"Produk kami untuk saat ini masih disambut antusias pasar. Tak hanya Grand Pakuwon, melainkan juga perkantoran Tunjungan Plaza 5, kondominium Orchard dan Tanglin di supermal Pakuwon Indah, dan rumah-rumah Pakuwon City," tambah Minarto.

Demikian halnya dengan Ciputra World Office Tower Surabaya yang dibesut PT Ciputra Surya Tbk. Perkantoran strata dengan luas bangunan 40.316 meter persegi setinggi 23 lantai, tersebut terserap pasar sekitar 80 persen. 

"Padahal, kami baru menawarkan perkantoran ini kepada publik pada Selasa, 14 April 2015 dengan harga perdana Rp 30 juta per meter persegi. Tentu ada variasi harga tergantung lantai, dan luasan ruang yang dibeli," tutur Direktur Utama PT Ciputra Surya Tbk., Harun Hajadi.

Harun menambahkan, selain perkantoran, produk yang mereka kembangkan lainnya adalah SOHO Skyloft yang terjual 85 persen dengan harga perdana Rp 25 juta per meter persegi. SOHO terbilang konsep baru di Surabaya, sama halnya dengan gedung perkantoran strata.

"Hal itu membuktikan bahwa pasar masih positif, dan belum terkoreksi. Saya bukan ekonom yang bisa memprediksi apakah pertengahan tahun ini bakal naik atau justru turun. Yang pasti, penjualan masih bagus," kata Harun.

Dia menengarai, penjualan properti para pengembang lain turun bisa jadi karena banyaknya wacana yang dilontarkan pemerintah pada awal tahun ini. Sebut saja peraturan mengenai perpajakan, macam PBB, PPN, atau PPnBM.

Wacana tersebut diakui sempat menahan para investor dan pembeli merealisasikan pembelian. Ketidakpastian tersebut memang berdampak besar bagi segmen pasar properti menengah ke atas.

Selain wacana perpajakan yang belum jelas, kata Harun, depresiasi Rupiah juga ikut menentukan kinerja sektor properti selama triwulan pertama 2015. Menurut dia, properti selalu terpengaruh kalau mata uang Rupiah selalu bergejolak.

Halaman:
Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau