JAKARTA, KOMPAS.com - Mulai berjalannya tender-tender pekerjaan pembangunan infrastruktur di bawah domain Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) harus diapresiasi dan segera direalisasikan.
Kemajuan ini akan menjadi katalis bagi pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha atau public private partnership (PPP). Namun begitu, percepatan sebaiknya tak hanya di sektor PUPR, melainkan juga di kementerian terkait lain seperti perhubungan, dan kelautan.
Ketua Umum Ikatan Ahli Perencana Indonesia (IAP), Bernardus Djonoputro, mengutarakan hal tersebut kepada Kompas.com, terkait pelaksanaan tender pembangunan infrastruktur di lingkungan Kementerian PUPR, Rabu (22/4/2015).
"Percepatan pembangunan infrastruktur harus dilakukan dengan cara pembangunan berbasis pengembangan wilayah untuk mempercepat kawasan dan infrastruktur prioritas, pertambahan nilai (value creation), dan dilaksanakan dengan skenario pemanfaatan ruang yang efektif," ujar Bernardus.
Dia menambahkan, semua itu harus dilakukan dengan mengacu pada rencana tata ruang, baik rencana tata ruang wilayah (RTRW), rencana detail tata ruang (RDTR) dan Rencana Kawasan Strategis.
Presiden Joko Widodo sendiri sudah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur. Untuk itu, menteri/kepala lembaga/kepala daerah dapat bekerjasama dengan badan usaha, baik Badan Usaha Milik Negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), swasta, badan hukum asing, atau koperasi dalam penyediaan infrastruktur.
"Pemerintah sebaiknya segera mengefektifkan mekanisme PPP, sehingga selain APBN, pihak swasta dan badan usaha dapat segera berpartisipasi melalui penyertaan ekuitas dalam pembangunan infrastruktur prioritas," tegas Bernardus.
Selain itu, kepercayaan investor juga harus dikuatkan. Jangan lagi dipertahankan tumpang tindih pelaksana bidang PPP ini. Jika semuanya berjalan, kata Bernardus, akan terakselerasi bila pemerintah pusat segera memperbaiki manajemen PPP dan semua peraturan penunjangnya agar proyek prioritas segera bergerak.
Dia juga menyarankan pemerintah, untuk mengawal proses percepatan pembangunan infrastruktur. Dengan kondisi kedaruratan saat ini, pemerintah bisa membentuk unit kerja di bawah Presiden, untuk percepatan proses komersial penyiapan dan tender PPP, mengembangkan alternatif proyek-proyek unsolicited, sehingga semakin banyak menarik minat investor berpartisipasi.
"Sedangkan Komite Percepatan Pembangunan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) di bawah Menteri Koordinator Perekonomian, bisa menjadi gatekeeper untuk menetukan proyek-proyek prioritas pemerintah yang akan dijalankan," tandas Bernardus.
Waktu panjang
Di satu sisi, waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan tender PPP dan masuknya investasi swasta cukup panjang. Jadi, menurut Bernardus, 10 saja proyek prioritas bisa selesai tender dalam 2 tahun ke depan sudah sangat bagus. Itu pun, fokus pada proyek-proyek dengan analisis keuntungan finansial, dan Internal Rate of Method (IRR) yang memenuhi kriteria investor.
"Harusnya target bukan hanya penyerapan, tapi kualitas, nilai tambah, dan outcome yaitu pertubuhan sesuai skenario pengembangan wilayah. Target Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) bukanlah perlombaan kuantitas, namun harus tepat sasaran dan mendukung tujuan pemerintah menyejahterakan masyarakat," imbuh Bernardus.
Proyek infrastruktur yang sudah lama disiapkan dan studi kelayakannya baik, harus segera dijalankan. Jalan Tol Trans-Jawa contohnya, harus semua selesai, jalan "trunk line" wilayah pengembangan utama seperti poros Jawa Barat ke Sumatera Seatan, beberapa infrastruktur konektivitas kawasan ekonomi khusus (KEK) seperti Palu dan Bitung, dan air bersih Lampung, Umbulan, Semarang, dan perluasan pelabuhan di Makassar harus segera direalisasikan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.