JAKARTA, KOMPAS.com - Perum Perumnas akan mencari skema pembiayaan alternatif untuk merealisasikan pembangunan sebanyak 33.500 unit rumah yang ditargetkan tahun ini. Pembiayaan alternatif dibutuhkan karena pemerintah hanya menyetujui Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp 1 triliun, dari total Rp 2 triliun yang diajukan.
Padahal, setelah dihitung-hitung, PMN Rp 1 triliun hanya cukup untuk membangun sekitar 17 ribu unit rumah. Dengan demikian, perlu skema pembiayaan lain supaya target terealisasi.
"Kalau pun saat ini baru Rp 1 triliun, kami tetap bekerja untuk 33.500. Mungkin mencari skema pembiayaan lain yang dijajaki. Contohnya, BLU FLPP (Badan Layanan Umum Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan)," ujar Direktur Utama Perum Perumnas, Himawan Arief saat jumpa pers rapat koordinasi nasional Perumnas di kantor pusat Perumnas, Cawang, Jakarta Timur, Rabu (11/3/2015).
Selain BLU FLPP, Himawan bercerita, pada tahun 1980-an, Perumnas bisa menggunakan dana Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan (Bapertarum). Saat itu, Bapertarum digunakan supaya masyarakat bisa mencicil rumah dengan harga murah. Bapertarum juga sempat digunakan untuk membiayai kredit konstruksi.
Himawan menambahkan, skema lainnya yang bisa dijajaki adalah penerbitan surat utang jangka menengah atau medium term notes (MTN).
"Dengan kesehatan perusahan sudah semakin baik, kami akan menerbitkan commercial paper yang bunganya sudah jauh dibanding katakanlah pemula yang melepas MTN-nya. Kami 10 koma sekian persen. Kalau pinjam ke bank, bisa 12 persen lebih," tutur Himawan.
Terkait penerbitan MTN, Perumnas harus melakukan rating terlebih dahulu. Himawan mengaku sudah melakukannya tiga tahun lalu, tapi rating-nya masih kurang. Dia berharap, tahun ini rating lebih tinggi sehingga Perumnas bisa menerbitkan surat hutang dengan tenor panjang dan murah.
Ada pun angka maksimal penambahan hutang Perumnas sudah disetujui Kementerian Badan Usaha Milik Negara.
"Hasil kesepakatan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) saat Desember (2014) yaitu boleh menambah hutang sampai 600 miliar," tandas Arief.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.