Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gedung Kementerian PU Saja Tidak Tahan Gempa, Bagaimana yang Lain?

Kompas.com - 09/01/2015, 08:23 WIB
Arimbi Ramadhiani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Saat kali pertama dibangun pada 2010 dan selesai pada 2012, gedung Kementerian Pekerjaan Umum (PU) menggunakan ketentuan beban gempa SNI 03-1726-2002. Ketentuan ini menyebutkan bahwa desain peak ground acceleration (PGA) atau percepatan tanah di level lapisan batuan adalah 15 persen dari percepatan gravitasi.

Meski begitu, Ketua Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI) 2011-2014 Dradjat Hoedajanto menganggap, Menteri PU yang menjabat saat itu, Djoko Kirmanto, sudah mengetahui bahwa beban gempa di Jakarta akan bertambah. Sejak 2012, ketentuan beban gempa yang berlaku adalah SNI 03-1726-2012. PGA telah naik dua kali lipat dari sebelumnya, menjadi 35 persen.

"Ketentuan beban gempa (SNI) akan naik, itu sudah terlihat dari 2006. Pada 2010 sudah disetujui bahwa beban gempa akan naik. Pak Menteri tahu itu," ujar Dradjat kepada Kompas.com, Rabu (7/1/2015).

Dradjat berpendapat, seharusnya, setelah mengetahui bahwa beban gempa akan bertambah, pemerintah segera menjalankan ketentuan terbaru dan memastikan bahwa publik tetap aman.

Dia yakin, pejabat di bawah Kementerian PU saat itu, bahkan staf-staf ahli pembangunan gedung PU sudah mengetahui bahwa beban gempa akan naik. Seharusnya, semua lapisan di kementerian ikut menyukseskan.

Dradjat menilai, gedung PU tetap mengacu pada ketentuan sebelumnya karena Pemerintah DKI Jakarta, sebagai pemberi izin mendirikan bangunan (IMB), juga masih menggunakan SNI 03-1726-2002.

"Karena peraturan daerahnya belum menetapkan, jadi masih ikut (ketentuan SNI) 2002," kata Dradjat.

Dradjat menyayangkan sikap pemerintah yang terkesan tidak sadar terhadap keselamatan pengguna gedung. Namun, ia juga tidak bisa menuding bahwa pemerintah telah bersalah secara hukum karena memakai ketentuan tersebut.

"Berdasarkan hukum, dia (teknisi gedung PU) tidak salah. Akan tetapi, kalau berdasarkan kesadaran dan tanggung jawab teknik, dia salah," ujar Dradjat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau