Pada demo yang dilangsungkan Kamis, 1 Mei 2014, di depan gedung MPR/DPR Jl Gatot Subroto, Jakarta Pusat, para buruh menyuarakan sepuluh tuntutan, termasuk tersedianya perumahan murah yang mudah diakses.
"Selama ini kami tinggal di kontrakan bedeng, rumah petak, atau kamar kos. Kami ingin kehidupan yang lebih baik. Punya rumah sendiri, tempat berlindung sampai tua," ujar Fitriani (29), buruh yang bekerja di sebuah Kawasan Industri Cikarang, Jawa Barat, kepada Kompas.com, Kamis (1/5/2014).
Fitriani memaparkan, saat ini ia bersama teman-temannya menyewa hunian yang disebutnya sebagai "kontrakan bedeng" di Lemah Abang, Cikarang, dengan harga variatif. Tergantung luas rumah dan fasilitas yang melengkapinya. Luasan bangunan kontrakan ini pula yang membedakan harga sewanya.
"Kontrakan bedeng dengan fasilitas kamar mandi dalam itu harga sewanya Rp 1,5 juta per bulan. Bisa diisi 2 sampai 3 orang. Ada dapurnya juga," kata Fitriani.
Sementara kontrakan bedeng tanpa fasilitas kamar mandi dan dapur, harga sewanya jauh lebih murah yakni Rp 600.000 per bulan. "Saya pilih yang ini, meskipun kamar mandi ada di luar dan digunakan bersama penyewa lainnya. Tapi, harga sewa bisa saya bayar," tambahnya.
Fitriani setiap bulan menerima gaji Rp 2 juta. Dipotong simpanan wajib koperasi, jamsostek dan lain-lain, ia hanya menerima penghasilan bersih (take home pay)sekitar Rp 1,735 juta. Dari pendapatan sebesar itu, Rp 600.000 di antaranya dialokasikan untuk membayar rumah kontrakan. Sisanya Rp 1,135 juta ia gunakan untuk keperluan sehari-hari yakni makan, ongkos transportasi ke pabrik, dan kebutuhan darurat.
"Saya gak bisa nabung. Kalau pun ada rezeki lebih, saya bantuin orang nyuci atau masak kalau ada hajatan nikah dan sunatan," ujar Fitriani.
Padahal ia ingin sekali membeli dan memiliki rumah sendiri. Menurutnya, "rumah BTN" di Cikarang untuk tipe 21/60 sekarang harganya sudah Rp 250 juta-Rp 300 juta. "Kata penjualnya, uang muka bisa dicicil ke mereka (pengembang, red) enam kali berturut-turut. Tapi, saya mana sanggup bayar Rp 50 juta," ujarnya.
Pemerintah sendiri melalui Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) telah menyediakan kredit pemilikan rumah (KPR) dengan program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk kalangan masyarakat berpenghasilan marginal (MBR). Sayangngya, hingga akhir tahun lalu, targetnya belum tercapai.
Dari target penyaluran KPR FLPP 2013 sebanyak 121.000 unit rumah, yang tersalurkan sekitar 115.000 unit. Dalam catatan Kompas.com, FLPP yang sudah tersalurkan mencapai 87.761 unit atau senilai Rp 4,546 triliun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.