Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BTN Dikebiri, Pemerintah Tak Becus Tangani Pembangunan Rumah Murah

Kompas.com - 26/04/2014, 10:39 WIB
Tabita Diela

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana pemerintah mengambil alih PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) melalui PT Bank Mandiri Tbk (Mandiri), akhirnya ditunda. Rabu (23/4/2014), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, mengimbau para menteri yang menangani rencana pengalihan saham pemerintah di BTN kepada Mandiri untuk menunda pembahasan tersebut.

Meski ditunda, pengamat properti dan Direktur Eksekutif Pusat Studi Properti Indonesia, Panangian Simanungkalit, berpendapat seharusnya bukan hanya ditunda melainkan tidak harus diakuisisi.

"Akusisi adalah langkah mundur dan sangat keliru. Pasalnya, selama ini BTN sudah menangani hampir 99 persen fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) atau program kredit rumah murah dari pemerintah. Jika BTN dikebiri, bagaimana kemudian nasib pembiayaan rumah murah ke depan," ujar Panangian kepada Kompas.com, Kamis (24/4/2014).

Meski begitu, Panangian tak menampik bahwa BTN pun tidak lepas dari masalah. Modal dan sumber pendanaannya terbatas. Hal ini tercermin dari tingginya tingkat loan to deposit ratio (LDR) BTN yang mencapai 104 persen. Sementara modal hanya Rp 11 triliun, dari total aset sebanyak Rp 131 triliun, dan otal dana pihak ketiga mencapai Rp 96 triliun. Jauh sekali jika dibandingkan dengan total aset Bank Mandiri sebesar Rp 733 triliun, dengan modal mencapai Rp 82 triliun serta dana pihak ketiganya pun bertengger di angka Rp 556 triliun.

"Akan tetapi, mengakuisisi BTN dan menjadikannya sebagai salah satu bagian Mandiri, tetap saja merupakan sebuah kemunduran. Sebab, BTN sudah memiliki infrastruktur dan sumber daya manusia yang fokus dan ahli di bidang pembiayaan rumah murah," tukasnya.

Alasan prestise

Menurut Panangian, dalam hal akuisisi Bank BTN oleh Bank Mandiri, pemerintah lebih memilih alasan yang bersifat prestise ketimbang alasan strategis. Alasan prestisenya ingin memiliki sebuah bank besar, dengan tujuan menghadapi persaingan menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.

"Ketimbang mengakuisi BTN, lebih baik Bank Mandiri mengakuisisi Bank BNI yang asetnya jauh lebih besar, yaitu mencapai Rp 387 triliun. Lagipula, kedua bank tersebut punya fokus yang tidak jauh berbeda, yaitu sektor ritel dan korporasi," tandasnya.

Panangian juga mengungkapkan, jika langkah akuisisi ini didorong pula oleh isu ketidakmampuan BTN mendorong pembangunan pasokan rumah murah di daerah, hal tersebut tidak benar. Menurutnya, bukan BTN yang tidak mampu, tapi justru pemerintah yang tidak bisa mendorong pembangunan.

"Bukan BTN yang tidak mampu, tapi Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) yang tidak bisa mendorong pembangunan di daerah. Cara mengatasi backlog (angka kekurangan rumah), menterinya harus komit dengan bupati dan gubernur yang mengelola perumahan di daerah. Karena menurut undang-undang, tanggung jawab daerah itu ke gubernur. Gubernur harus jadi promotor membangun rumah di daerah," imbuh Panangian.

Hal terpenting, menurut Panangian, adalah terjalinnya komunikasi dan koordinasi. Baik itu antar kementerian, dengan Presiden, maupun penguasa daerah setempat.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau