Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengembang Besar Pilih Arsitek Asing Ketimbang Lokal

Kompas.com - 26/03/2014, 12:39 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Para pengembang besar sekaliber Lippo Group, Ciputra Group, Pakuwon Group, maupun Intiland Group, lebih memilih menggunakan jasa arsitek asing ketimbang lokal. Pasalnya, arsitek asing menawarkan sistem, profesionalitas, kecepatan, dan memahami perkembangan zaman.

Selain itu, dengan menggunakan jasa arsitek asing, terlebih yang sudah memiliki brand popular, akan menambah kepercayaan diri (confidence) pengembang untuk meraup segmen pasar yang menjadi bidikannya.

Chief Marketing Officer Lippo Homes, Jopy Rusli, mengatakan hal tersebut, terkait daya saing dan kemampuan arsitek lokal dibanding asing, kepada Kompas.com, Rabu (26/3/2014).

"Kami lebih percaya diri menyerahkan proyek-proyek besar dengan kompleksitas tinggi, seperti mixed use development kepada arsitek asing. Mereka lebih memahami dan punya sistem yang mumpuni. Bendera asing juga memengaruhi pilihan konsumen atas produk properti yang kami pasarkan," ungkap Jopy.

Lippo Group, lanjutnya, biasa menggunakan jasa DP Architects asal Singapura untuk proyek-proyek skala besar mereka, baik di Jakarta, maupun kota-kota besar lainnya di Indonesia dan mancanegara. Selain menjadi pelanggan DP Architects, Lippo juga kerap memanfaatkan jasa HOK Architects.

Demikian halnya dengan Intiland Development. Menurut Direktur PT Intiland Development Tbk., Sinarto Darmawan, mereka menggunakan jasa arsitek asing untuk proyek properti dengan tingkat kerumitan tinggi.

"Proyek yang sebelumnya asing dan belum pernah kami kerjakan, akan kami serahkan kepada arsitek asing. Contohnya untuk proyek rumah sakit, lapangan golf, perhotelan atau proyek lainnya dengan skala besar," ujar Sinarto.

Sementara Ciputra Group, memilih RTK untuk merealisasikan mimpi mereka membangun megaproyek Ciputra World 1 Jakarta di koridor Satrio International Tourism and Shopping Belt, Jakarta Selatan.

Pakuwon Group, selama ini memanfaatkan kemampuan AEDAS dalam menerjemahkan visi dan falsafah bisnisnya dalam bentuk properti multifungsi di Jakarta (Gandaria City, dan Kota Kasablanka).

"Namun, kami ingin karya sempurna. Untuk itu, tidak hanya asing, kami juga pake lokal seperti Airmas Asri. Sayang, arsitek lokal yang bagus tidak banyak. Itu-itu saja, pilihan jadi terbatas. Sudah begitu, kerjanya lambat. Output yang dihasilkan kadang tidak sesuai dengan keinginan. Harus bolak-balik direvisi," tandas Direktur Pakuwon Group, A Stefanus Ridwan.

Pengembang BUMN cinta lokal

Sedangkan pengembang-pengembang menengah, dan juga BUMN, terbiasa menggunakan jasa arsitek lokal. Pertimbangan mereka antara lain, arsitek lokal lebih menguasai konteks keindonesiaan dengan budaya dan gaya hidup yang berbeda dibanding penguasaan asing.

PT Triyasa Propertindo sebagai pendatang baru di sektor properti, bertaruh mempercayakan proyek perdananya, Gran Rubina kepada arsitek lokal, yakni PDW Architects. "Pertimbangannya sederhana, karena mereka tidak kalah dengan asing," jelas Direktur Triyasa Propertindo, Budi Lesmana.

Hal ini diperkuat Sekretaris Perusahaan PT Adhi Karya (Persero) Tbk, M Aprindy. Ia mengatakan, untuk proyek-proyek yang dikembangkan anak usahanya, Adhi Persada Properti, arsitek lokal adalah pilihan utama.

"Mereka kuat dalam desain dengan identitas lokal dan mampu memadukannya dengan desain modern. Kami biasa menggunakan arsitek lokal yang masuk lima besar secara nasional," katanya.

Direktur Utama PT Hutama Karya Realtindo, Putut Ariwibowo, berpendapat senada. Menurutnya, arsitek lokal tidak kalah dengan asing. "Lagipula kami ingin mengadopsi identitas lokal, karena konsumen kami juga lokal. Mereka expert dalam memahami keinginan konsumen lokal, dalam arti mampu mempertemukan size dan demand. Kami belum akan mengembangkan properti untuk orang asing. Selama ini, kami puas dengan hasil kerja arsitek lokal," cetus Putut.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau