Demikian dikatakan Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP), Bernardus Djonoputro, usai menjadi pembicara pada RICS ASEAN Real Estate and Construction Summit di Jakarta, Selasa (25/2/2014).
Menurut dia, ASEAN Common Community sangat berdampak, menantang, sekaligus bisa dijadikan peluang untuk Jakarta tampil sebagai "primate city" di kawasan Asia Tenggara. Pasalnya, Jakarta punya daya tarik untuk tempat menetap. Tidak hanya dari segi ekonomi yang terus tumbuh, jumlah populasi Jakarta perlu diperhitungkan.
Saat ini, jumlah populasi yang beraktivitas di Jakarta mencapai 15 juta jiwa, ditambah dengan kawasan satelit (greater Jakarta) menjadi sekitar 28 juta jiwa. Artinya, ini ceruk pasar sangat besar bagi kota dan negara lain.
"Dalam kerangka itulah, Jakarta harus siap merespon ASEAN Common Comunity dan mampu menyediakan semua hal termasuk hunian, perkantoran, fasilitas meeting, incentives, convention, and exhibition atau MICE, ruang ritel, dan fasilitas kelas internasional lainnya seperti layaknya kota dunia New York, Geneva, dan Rio de Janeiro. Jakarta harus layak huni, bukan cuma untuk warga Jakarta sendiri, tapi juga warga asing asal Asia Tenggara lainnya," urai Bernardus.
Menurut Indeks Persepsi Warga yang dilakukan IAP pada 2011, Jakarta bukan merupakan livable city bagi warganya dan juga pendatang. Jakarta masih dianggap "less livable". Indeks persepsi ini berdasarkan pada beberapa kriteria seperti ketersediaan RTH kota, sarana pendidikan, kelengkapan fasilitas, kemudahan akses menuju tempat kerja, dan lain sebagainya.
Selain itu, Jakarta harus melihat secara khusus bahwa ada kawasan yang bisa dikembangkan sebagai ikon ASEAN. Kawasan ini adalah kawasan sekretariat ASEAN di Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, yang berpotensi menjadi kawasan perdagangan dan diplomatik baru.
"Sayangnya, ketika fundamen itu telah tersedia, Jakarta belum mampu tampil lebih dari pencapaiannya sekarang. Padahal rencana induk kawasan perdagangan dan diplomatik tersebut sudah tertuang dalam Peraturan Daerah tentang RTRW, namun hingga saat ini regulasi teknisnya belum ada yakni Peraturan Gubernur," kata Bernardus.
Padahal, lanjut dia, pasar terbuka semakin dekat. Jakarta harus segera mendesain kawasan khusus tersebut dan terkoneksi dengan kawasan khusus lainnya, yaitu kawasan pemerintahan (lingkungan Istana Negara dan Balaikota), kawasan bisnis (CBD Sudirman, Thamrin dan Kuningan), dan kawasan internasional antarbangsa, yaitu Mega Kuningan. Terlebih, setiap kota di kawasan ASEAN menjadi open market.
"Untuk hal ini, Pemerintah Provinsi Jakarta juga harus segera menyiapkan sistem manajemen aset dan perencanan spasial di setiap kawasan, termasuk pengendaliannya agar Jakarta betul-betul tampil menjadi Ibukota ASEAN," tandas Bernardus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.