Data Biro Statistik Nasional atau National Bureau of Statistics (NBS) memperlihatkan perlambatan pertumbuhan harga pada Januari 2014 sebesar 9,6 persen di 70 kota besar yang disurvei. Padahal, pada Desember 2013 lalu, pertumbuhan harga masih bertengger di angka 9,9 persen. Dengan demikian, terjadi perlambatan harga untuk kali pertama sejak November 2012.
Sebenarnya, gejala perlambatan sudah mulai terlihat sejak tahun lalu. Kendati harga rumah melonjak, pasar hunian mulai menunjukkan tanda-tanda kehilangan momentum seiring langkah pengetatan yang dilakukan pemerintah pusat guna mencegah risiko gelembung.
"Inilah hasil serangkaian langkah dari pemerintah, termasuk pembatasan pengetatan di beberapa kota. Pemerintah berkonsentrasi menambah pasokan rumah layak huni dan terjangkau sehingga mampu menciptakan pasar dan harga yang relatif lebih stabil," ujar pakar statistik senior NBS, Liu Jianwei.
Pengetatan kredit, menurut Liu, dapat mengurangi tekanan persediaan, sekaligus mendorong penurunan penjualan rumah. Kelak, pada akhirnya, kenaikan harga rumah menjadi lebih moderat.
Awal tahun ini, harga rumah di Beijing hanya mengalami kenaikan sekitar 14,7 persen dibandingkan pada Januari 2013. Sementara itu, di Shanghai, harga turun menjadi 17,5 persen pada Januari tahun ini, dari sebelumnya sebesar 18,2 persen pada Desember 2013.
Kinerja pertumbuhan harga, menurut Liu, juga dipengaruhi oleh aktivitas liburan Tahun Baru China. Saat itu, semua level aktivitas bisnis merosot drastis, termasuk dalam hal penjualan rumah.
Pemotongan harga
Beberapa pengembang di kota-kota lapis kedua, seperti Hangzhou, sudah mulai memangkas harga rumah. Mereka melakukan hal ini karena sangat membutuhkan uang tunai agar arus kas perusahaan berjalan lancar (Baca: Nyaris, Separuh Kota di China Hadapi "Bubble" Properti!).
Pengetatan kredit memaksa pengembang lebih realistis dan moderat dalam menetapkan harga jual rumah. Harga yang lebih "masuk akal" bakal mereka tempuh dalam beberapa tahun ke depan. NBS menunjukkan data bahwa harga rumah di kota tersebut turun 0,1 persen ketimbang pada tahun sebelumnya.
"Kami tidak mengesampingkan kemungkinan bahwa akan lebih banyak lagi pengembang yang menjalankan strategi pemotongan harga karena berbagai alasan tertentu," ujar analis Barclays, Alvin Wong.