Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konsumen Properti Semakin Kritis!

Kompas.com - 16/02/2014, 07:58 WIB
Tabita Diela

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Lemahnya perlindungan konsumen properti di Indonesia tidak sebanding dengan posisi tawar pengembang yang gencar memasarkan produk terbaru. Gimmick menarik berupa rayuan keuntungan investasi, iming-iming harga murah, jargon "besok harga naik", gratifikasi kendaraan bermotor, hingga cashback seharusnya mampu membuat konsumen properti tertarik.

Namun ternyata, hal tersebut belum tentu sukses, dan tidak semudah itu memikat hati konsumen. Konsumen properti di Indonesia kini sudah semakin kritis dan belajar dari pengalaman. Mereka pun punya pertimbangannya sendiri.

Di sela-sela pameran Indonesia Properti Expo 2014 hari ini (15/2/2014) yang diadakan di Jakarta Cnvention Center, hingga Minggu (16/2/2014), KOMPAS.com berbincang singkat dengan para calon pembeli. Umumnya, mereka sudah tahu produk incaran, kisaran harga, hingga metode pembiayaan yang akan mereka gunakan. Mereka pun sudah berancang-ancang dengan mengecek latar belakang pengembang yang menawarkan produk properti tersebut.

Seorang pengunjung bernama Lina dari Kayu Manis, Matraman, Jakarta bercerita bahwa sekitar awal tahun 1990-an, saudaranya pernah tertipu pengembang. Setelah membayar Rp 20 juta, sang pengembang tidak meneruskan pembangunannya dan berdalih mengalami pailit. Sayangnya, Lina tidak ingat nama dan perusahaan sang pengembang. Namun, sejak pengalaman tersebut, Lina pun enggan membeli properti yang belum siap huni (ready stock).

"Minimal, pondasi sudah terbangun. Tapi lebih baik kalau perumahannya sudah mulai ditempati orang. Saya merasa lebih yakin," ujarnya.

Waspada, tapi tidak anti properti inden

Lina memang tidak sendirian. Beberapa calon konsumen lain juga memilih properti siap huni. Rata-rata, mereka merasa properti siap huni lebih praktis dan aman. Sementara itu, cukup banyak juga calon konsumen properti lain yang tidak keberatan melakukan akad jual-beli, meski rumahnya belum terbangun. Mereka mempertimbangkan, berbagai penawaran pengembang ketika menawarkan unit inden bisa mereka manfaatkan. Mereka pun umumnya memilih pengembang terkenal.

Ega, seorang pengunjung yang kini masih mengontrak di Bekasi bersama suaminya, Firman, tidak keberatan membeli properti inden. Bahkan, mereka sudah melakukannya di perumahan Jl Transyogi, Cibubur. Menurut Ega, selama harga masih terjangkau dan pengembangnya bisa mempertanggungjawabkan produk mereka, properti inden justru menarik. "Kami merasa tidak masalah, karena uang mukanya bisa kami cicil dalam waktu yang lebih panjang," ujar Ega.

Begitu pula Tiwi yang kini sudah tinggal di daerah Jatibening. Tiwi lebih yakin dengan hubungan interpersonal. Keinginannya berinvestasi properti di daerah Sawangan, Depok, mengharuskannya berinteraksi dengan pengembang-pengembang yang belum dikenal. Menurut Tiwi, kemampuan membaca kepribadian orang dan potensi lokasi properti harus dikuasai oleh calon konsumen properti.

"Memang tidak apa-apa (pengembang belum terkenal). Meski perusahaannya masih baru, namun cobalah bertemu langsung. Nilai sendiri pribadi pemilik perusahaannya. Lihat juga lokasinya. Kalau lokasinya sudah padat penduduk, bagaimana mau dikembangkan lagi?" tekannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau