Menurut survei yang dilansir pada Rabu (12/2/2014) tersebut, sebagian besar pengembang mendanai proyek propertinya dengan uang sendiri (57,79 persen). Berdasarkan komposisi, dana internal tersebut mayoritas berasal dari laba ditahan (41,11%), modal disetor (38,17%), lainnya (15,56%), dan patungan modal atau joint venture (5,16%).
Sedangkan sumber pembiayaan lainnya yakni dana atau pinjaman perbankan menempati porsi sebesar 28,57%, uang muka dan cicilan tunai serta tunai bertahap yang dibayar konsumen sekitar 10,69%. Selain itu, pengembang juga memanfaatkan dana dari lembaga keuangan non-bank (LKNB) sebanyak 1,33% dan sumber lain-lain 0,84%.
Salah satu pengembang perumahan segmen menengah yakni PT Rolas Sapta Mandiri, bahkan memodali proyek perdananya seluruhnya dari dana perusahaan.
"Barulah untuk proyek berikutnya yakni Griya Bukit Mas, dan Puri Kania, kami memberanikan diri meminjam dana perbankan, dalam hal ini Bank Tabungan Negara (BTN). Itu pun komposisinya tak terlalu besar, sekitar 20-30 persen. Sisanya, kami masih menggunakan dana sendiri dan dana konsumen," ungkap Presiden Direktur Rolas Sapta Mandiri, Windiarti Soebadio Choesin.
Demikian halnya dengan ISPI Group yang memanfaatkan fulus dari perbankan bila diperlukan. Misalnya, bila ada keperluan mendesak terkait modal kerja, mereka baru memanfaatkan pinjaman bank yang utamanya berasal dari BTN.
"Jika masih bisa didanai oleh kas perusahaan dan pembayaran konsumen, kami akan menangguhkan penggunaan pinjaman perbankan," ujar Komisaris Utama ISPI Group, Preadi Ekarto.