Padahal, komposisi pasar properti mewah hanya 15 persen. Sebagian besar atau 85 persen lainnya merupakan pasar menengah ke bawah. Kendati demikian, setiap tahun, pasar properti kelas atas ini terus menguat yang ditandai dengan pertumbuhan permintaan dan harga. Sementara pasokan justru terbatas.
Pengamat properti Nasional, Panangian Simanungkalit, mengungkapkan bahwa pertumbuhan permintaan hunian mewah dipengaruhi oleh aktivitas investasi yang kian agresif seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil.
"Para investor tersebut membeli hunian mewah untuk disewakan kembali kepada kalangan ekspatriat atau orang kaya baru (OKB) yang membelanjakan uang hasil bisnis saham atau instrumen investasi lainnya untuk properti eksklusif. Jumlah OKB ini meledak pada 2011-2012 lalu," ujar Panangian kepada Kompas.com, Kamis (13/2/2014).
Investor membeli properti mewah di Bali, Batam, Bandung, dan Jakarta, dengan kisaran harga antara Rp 60 juta hingga Rp 100 juta per meter persegi untuk jenis apartemen. Sedangkan jenis hunian tapak, sekitar Rp 5 miliar hingga Rp 15 miliar per unit. Bahkan, untuk kasus tertentu, seperti vila berkonsep hotel, bisa dibanderol seharga di atas Rp 20 miliar per unit.
"Pertumbuhan permintaan akan tambah menguat bila Pemilu nanti menghasilkan pemimpin dan pejabat yang sesuai ekspektasi dan diterima banyak kalangan serta ramah investasi. Pasalnya, jika ini yang terjadi, sentimen pasar akan positif, inflasi akan mudah dikendalikan, yang pada gilirannya investasi asing akan deras mengalir, suku bunga BI jadi turun 7 persen, dan Rupiah membaik sebelum Desember 2014," tandas Panangian.
Pasar properti Indonesia, lanjut Panangian, akan kembali bersinar pada 2015 mendatang. "Tahun depan adalah rising moment. Properti akan melesat cepat setelah mengalami "pengereman" pada tahun ini," ujarnya.